Jumat, 22 Juni 2012

Sunnatullah


SUNNATULLAH. Sunnatullah berasal dari bahasa arab; Sunnah dan Allah. Sunnah adalah cara, tradisi, tabiat, syariat. Hadis Nabi menyebutkan: “Barang siapa membuat sunnah yang baik maka baginya pahala dirinya sendiri dan pahala orang yang mengikutnya”. Sunnah Nabi artinya kebiasaan atau tradisi atau aturan-aturan yang berasal dari Nabi. Sunnatullah, menurut al-Qurthubi adalah cara dan kebiasaan Allah yang sudah lalu untuk menolong wali-wali-Nya dalam menghadapi musuh. Secara terminologis, sunnatullah memiliki tiga pengertian: 1. Hukum-hukum Allah yang disampaikan untuk umat manusia melalui para rasul; 2. Undang-undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang termaktub dalam al-Qur’an; 3. Hukum (kejadian dan sebagainya) alam yang berjalan secara tetap dan otomatis. Pengertian yang terakhir ini yang dipegang oleh Muhammad Abduh. Menurutnya sunnatullah adalah hukum alam. Muhammad Abduh benar-benar percaya pada pendapat bahwa alam ini diatur oleh hukum alam yang tidak berubah-ubah yang diciptakan Tuhan. Sunnatullah menurutnya mencakup semua makhluk. Segala yang di ala mini diciptakan sesuai dengan hukum alam atau sifat dasarnya. Manusia tidak terkecuali dari ketentuan universal ini. Manusia diciptakan sesuai dengan sifat-sifat dasar yang khusus baginya dan dua diantaranya adalah berfikir dan memilih perbuatan sesuai dengan pemikirannya.

Sebagai missal, ada sunnatullah untuk memperoleh kemenangan.  Sunnatullah tentang kemenangan itu jika diikuti orang, maka ia akan mencapai kemenangan, tetapi jika ditinggalkannya ia akan menghadapi kehancuran. Sebagian dari sunnatullah itu membawa kepada kebahagiaan dan sebagian lain membawa kepada ketidakbahagiaan. Iman dan kufur tidak mempunyai pengaruh terhadap akibat sunnatullah itu. Yang dimaksud Muhammad Abduh adalah bahwa keadaan seseorang menjadi mukmin atau kafir tidak merubah sunnatullah tentang kemenangan ia akan menghadapi kekalahan, dan sebaliknya kalau orang kafir mengikuti sunnatullah tersebut ia akan memperoleh kemenangan. Sunnatullah itu, kata Muhammad Abduh, bahkan tidak mengecualikan nabi-nabi. Alam juga mengikuti sunnatullah. Ia menyebut sunnatullah untuk turunnya hujan dan sunnatullah mengenai daya tarik bumi.
Dari uraian di atas jelas bahwa sunnatullah bagi Muhammad Abduh adalah hukum alam yang mengatur perjalanan alam, hukum alam dengan sebab akibatnya. Hukum alam ini adalah tetap dan tidak berubah. Di dalam Risalah, Muhammad Abduh menulis; Tuhan dalam menyebut kejadian-kejadian masa lampau mengatakan bahwa alam ciptaan-Nya ini mempunyai peraturan dan hukum yang tidak berubah-ubah. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa hukum alam ini, yang ditentukan Tuhan dalam pengetahuan azali-Nya, tidak berubah oleh kekhususan (juz’iah). Kelihatannya ia berpendapat bahwa hukum itu tidak diubah oleh kehendak Tuhan sendiri. Kehendak Tuhan, demikian Muhammad Abduh, tidak pernah berkaitan dengan pembatalan sunnatullah atau kebijaksanaan-kebijaksanaan-Nya dalam mengatur ciptaan-Nya. Oleh karena itu, orang yang berdo’a agar Tuhan menurunkan kepadanya seribu poun adalah orang jahil. Orang sakit yang berdo’a kepada Tuhan supaya kesehatannya dipulihkan kembali, pada hakikatnya meminta; Ya Allah batalkanlah untuk kepentinganku hukum alam-Mu yang Engkau katakana tidak dapat diubah itu. Sejalan dengan pendapat Rasyid Rida yang menjelaskan bahwa arti dari “semuanya berlaku sesuai dengan kehendak Tuhan” ialah bahwa segalanya terjadi menurut peraturan dan hukum yang tertentu dan bukan sembarangan saja. Itu tidak berarti bahwa Tuhan menjadikan sesuatu tanpa sebab dan tanpa mengikuti sunnatullah. Jadi arti “Tuhan menganugrahkan kerajaan-Nya kepada siapa yang ia kehendaki” berarti bahwa Tuhan berbuat sesuai dengan sunnatullah; Ia beri sebab-sebab yang membuat orang yang dipilih-Nya mempunyai sifat-sifat raja dan berhasil dalam membentuk kerajaan.
Yang penting untuk disimpulkan dari uraian di atas ialah bahwa Tuhan konsisten terhadap sunnah yang dibuat-Nya dan tidak akan menyimpang darinya. Di dalamnya terkandung arti bahwa Tuhan dengan kemauan-Nya sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan sunnatullah atau hukum alam yang diciptakan-Nya untuk mengatur alam ini. Sebagai kata Rasyid Rida, Tuhan tidak bertindak sebagai raja absolut yang memberi upah kepada siapa yang Ia sukai dan member hukuman kepada siapa Ia kehendaki. Alquran menjelaskan bahwa kehendak Tuhan terhadap makhluk-Nya berjalan sesuai dengan hukum-Nya.
Kata Sunnatullah dalam banyak ayat Alquran dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa masa lalu dan anjuran untuk mengadakan pengamatan dalam perjalanan. Misalnya, “sebagai sunnatullah yang berlaku atas orang-orang sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapat perubahan pada sunnatullah” (Q.S 33:62), “karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat itu tidak akan menimpa selain rencananya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) Sunnah (Allah yang telah berlaku) pada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan menemui perubahan bagi sunnatullah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan dari sunnatullah itu” (Q.S 35:43). “Sebagai sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kami sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu” (Q.S 48:23), tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku” (Q.S 33:38), dan “Maka iman mereka tiada berguna lagi bagi mereka tatkala mereka melihat siksa Kami. Itulah sunnatullah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan waktu itu merugilah orang-orang kafir” (Q.S 40:85).
Dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah, disamping aspek ibadah ritual, terdapat aspek perjalanan dan ziarah. Orang-orang yang melaksanakan haji dan umrah sudah tentu menziarahi kota kelahiran Nabi, Mekah dan kota hijrahnya, Madinah, dan lain-lain. Di saat ziarah itu dapat direnungkan, misalnya, sunnatullah yang berlaku pada ka’bah. Meskipun disebut rumah Allah, sunnatullah tetap saja berlaku padanya seperti kerusakan yang dialaminya ketika dilanda banjir. Ia juga bisa menjadi tempat pemujaan berhala dan praktik mesum jika orang-orang beriman tidak menjaganya seperti terjadi di masa jahiliah pra-Islam. Demikian juga ketika mengunjungi Jabal Uhud. Dalam sejarahnya gunung itu pernah mempersaksikan sunnatullah yaitu kalahnya orang-orang mukmin yang lalai melawan orang musyrik yang sungguh-sungguh dalam berperang. Bahkan, Nabi Muhammad pun mengalami patah gigi akibat serangan orang-orang musyrik, dan seterusnya.
Yang paling mutakhir, sunatullah yang terjadi di padang Arafah tempat jutaan orang melakukan wukuf setiap tahun. Berabad-abad manusia menerima saja bahwa di padang pasir tumbuh-tumbuhan tidak bisa hidup. Kenyataannya, beberapa tahun belakangan ini Arafah tampak hijau oleh rimbunnya dedaunan. Di sini ada sunnatullah untuk tumbuh tanaman.


DAFTAR PUSTAKA

Ma’luf, Lois. Al-Munjid, Beirut, Dar al-Masyriq, 1973.
Al-Misriy, Abu al-Fadl Jamaluddin Muhammad ibn Mukram ibn Manzur al-Afriqiy, Lisan al-Arab, Beirut, Dar Sadir, 1990.
Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, Jakarta, UI Press, 1987.
-------------------, Teologi Islam, Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, Jakarta, UI Press, 1986.
Al-Qurthubiy, Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Ansariy, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, T.t.p,. T.p., t.t.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1998.


                                                                                                          ABDUL HAFIS

                                                                                                       Ciputat 15 Juni 2012
                                                                                                        Ditulis kembali oleh:


                                                                                                       Pangidoan Nasution
                                                                                                                       
                                                                                                                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

dunia ini memang indah,, tergantung bagaimana kita menjaga keindahan itu,,. untuk itu mari kita bersatu, satu pikiran satu tujuan untuk Indonesia merdeka,.. berpisah kita berjuang bersatu kita memukul..