RAHIM. Dalam
Bahasa Indonesia kata rahim berarti peranakan dan kandungan. Dalam bahasa
asalnya, Bahasa Arab, kata rahim memiliki arti kekerabatan atau hubungan
kekerabatan. Menurut Ibnu Sayyidih, rahim berarti rumah tempat tumbuh anak di
dalam perut. Rahim wanita artinya keperempuanannya. Rahim wanita disebutb rahim
karena dari sanalah lahir anak yang disayangi, dicintai dan dikasihinya.
Dalam ilmu biologi, rahim dikenal dengan istilah uterus yang artinya bagian tubuh berdinding tebal yang di dalamnya embrio berkembang. Uterus ini berotot dan otot-otot yang halus itu meningkat jumlahnya selama kehamilan yang karenanya dapat mengeluarkan anak saat kelahiran. Ukuran uterus--sesuai dengan ketebalan dindingnya yang menyediakan sifat kasih sayang dan makanan untuk embrio yang sedang berkembang--berbeda-beda sesuai siklus keaktifan seks dan ketidak-aktifannya di bawah pengaruh hormon reproduksi.
Dalam ilmu biologi, rahim dikenal dengan istilah uterus yang artinya bagian tubuh berdinding tebal yang di dalamnya embrio berkembang. Uterus ini berotot dan otot-otot yang halus itu meningkat jumlahnya selama kehamilan yang karenanya dapat mengeluarkan anak saat kelahiran. Ukuran uterus--sesuai dengan ketebalan dindingnya yang menyediakan sifat kasih sayang dan makanan untuk embrio yang sedang berkembang--berbeda-beda sesuai siklus keaktifan seks dan ketidak-aktifannya di bawah pengaruh hormon reproduksi.
Dari kata rahim
muncul kata zur-rahim atau kata jamaknya zawul-arham yang artinya kaum kerabat.
Kerabat artinya setiap orang yang berhubungan nasa. Menurut Wahbah az-Zuhaili,
zur-rahim secara mutlak berarti orang yang memiliki kekerabatan. Namun, oleh
ulama-ulama ilmu waris kata zur-rahim disemptkan pengertiannya menjadi kerabat
yang tidak masuk ke dalam kelompok zul-fard (ahli waris yang bagiannya telah
ditentukan dalam al-Qur’an) dan tidak masuk pula ke dalam kelompok ‘ashabah
(ahli waris yang bagiannya tidak ditentukan di dalam al-Qur’an) seperti anak
laki-laki dari anak perempuan, anak saudara perempuan, bapak dan ibunya ibu
(nenek), dan saudara ibu. Ada yang mengatakan bahwa zur-rahim adalah muhram
atau muharram yaitu orang yang tidak halal untuk dinikahi, seperti ibu dan anak
perempuan. Menurut az-Zuhaili para ulama telah menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan muhram adalah orang yang haram untuk dinikahi baik karena mempunyai
hubungan nasab maupun hubungan sepersusuan dan hubungan perbesanan.
Ulama telah
sepakat, masih kata az-Zuhaily, bahwa zur-rahim menjadi salah satu faktor
penentu wajib tidaknya perempuan melaksanakan haji. Maksudnya, seorang
perempuan tidak wajib melaksanakan haji kalau tidak ada suami atau salah
seorang dari zur-rahim yang mendampinginya. Dasarnya adalah Hadis Nabi:
“Seorang perempuan tidak boleh bepergian lebih dari tiga hari kecuali didampingi
oleh zur-rahim” dan hadis Nabi: Janganlah seorang perempuan naik haji kecuali
bersama suaminya”. Beberapa ulama seperti Abu Hanifah, an-Nakha’iy, al-Hasan,
as-Saury, Ahmad, dan Ishaq, menjadikannya (pendampingan perempuan oleh suami
atau zur-rahim) sebagai bagian dari istita’ah (kemampuan). Sementara itu, di
samping suami atau zur-rahim, perempuan dapat pula didampingi oleh
perempuan-perempuan yang dapat dipercaya. Demikian pendapat golongan
Syafi’iyah.
Alhasil, kata
Sayyid Sabiq, perempuan tanpa zurrahim--sama dengan orang sakit, fakir miskin,
orang yang dirampok--tidak termasuk golongan yang wajib haji karena tidak
mempunyai istita’ah. Kalaupun perempuan itu tetap melaksanakan haji, Sayyid
Sabiq menyebutnya musi’ fil-hajj (orang yang rusak hajinya).
DAFTAR PUSTAKA
Curtis, Neil,
Qamus ‘Ilm al-Ahya’ al-Musawwar, Beirut, Maktabah Lubnan, 1986.
Al-Misriy, Abu
al-Fadl Jamaluddin Muhammad ibn Mukram ibn Manzur al-Afriqiy, Lisan al-Arab,
Bairut, Dar Sadir, 1990.
Sabiq, as-Sayid,
Fiqh as-Sunnah, Bairut, Dar al-Fikr, 1983.
Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1998.
Zakariya, Abu
al-Husein Ahmad ibn Faris ibn, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Kairo, Maktabah
al-Khabakhiy, 1981.
Az-Zuhailiy,
Wahbah, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh, Damaskus, Dar al-Fikr, 1989
ABDUL HAFIZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
dunia ini memang indah,, tergantung bagaimana kita menjaga keindahan itu,,. untuk itu mari kita bersatu, satu pikiran satu tujuan untuk Indonesia merdeka,.. berpisah kita berjuang bersatu kita memukul..