Selasa, 08 Mei 2012

Makalah hadist ahkam tentang hirobah


Pendahuluan

            Hirabah adalah keluarnya sekelompok bersenjata di daerah Islam dan melakukan kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, merusak kehormatan, merusak tanaman, peternakan, citra agama, akhlaq, dan ketertiban umum, baik dari kalangan muslim, maupun kafir. Dan hirabah juga dapat disebut penodong yaitu merampas dan mengambil harta milik orang lain dengan cara memeksa korbannya. Pada umumnya kata penodong lebih lazim dipakai terhadap tindak pidana yang dilakukan diluar rumah. Jika perbuatan yang sama dilakukan didalam rumah atau gedung disebut dengan perampok. Dalam hukum islam, perilaku kriminal yang demikian, yaitu penodong atau perampok diistilahkan dalam kitab-kitab fikih klasik muharrib. Secara harfiyah hirabah pada umumnya cenderung mendekati pengertian pencuri. Perbedaannya adalah mencuri berarti mengambil barang orang lain secara diam-diam; sedangkan hirabah adalah mengambil barang orang lain dengan cara anarkis. Misalnya merampok, mengancam atau menakut-nakuti orang.
            Sementara pada zaman sekarang hirabah sering terjadi secara terang-terangan dan lebih sering terjadi ditempat-tempat keramaian. Untuk penjelasan yang lebih jelas, apakah hirabah itu, apakah hukumnya, dan bagaimana pendapat para ulama tentang hal itu, serta btasan-batasan dalam pidana islam mengenai hirabah akan dijelaskan pada bab-bab selanjutnya.
           
Pembahasan

Hadist tentang perampokan;

عن قتا د ة عـن انس ان نا سا من عـكلـو وعـريـنة قـد مـوا عـلى رسول الله صلى الله عـليه وسلم , وتـكلموا بالاسلا م , فاستو خـوا المد ينة , فامر لهم النبي صلى الله عـليه واله وسلم بذ ود, وراء , وامرهــم ان يخـرجـوا فالـيشربـوامن ابوالها والبـا نها , حتـى اذا كانوا بنا حية الحرة كـفروا بعـد اسـلا مهم , و قـتلوا راعى الـنبي صلى الله عليه وسلم , واستا قـو الذ ود , فبلغ ذلك الـنبي صلى الله عليه وسلم , فبعث الطلب في اثا رهم. فامر بهم , فسمروا اعـينهم , وقطعـوا ايد يهم , وتركـو فى ناحية الحرة , حتى ما تو توا على حالهم . رواه الجمعة

“Anas ibn malik menerangkan : beberapa orang dari ukal dan urainah datang menemui Rasulullah saw. Dan mengikrarkan keislamannya. Mereka menyuruh mereka membawa beberapa ekor unta serta seseorang pengembala. Nabi menyuruh mereka keluar dari kota madinah. Mereka meminum air kencing unta dan susunya. Sesampai disudut kota al-harrah, mereka kembali murtad ( setelah sebelumnya mengaku memeluk agama islam ) dan memebunuh si pengembala yang ditunjuk Nabi, dan mereka membawa lari unta-unta itu. Penghianatan itu sampai beritanya kepada Nabi saw. Nabi mengirimkan pasukan untuk mengejar mereka, dan menyuruh para sahabat untuk mengambil tindakan terhadap mereka. Mata mereka dicongkel dan tangan mereka dipotong, dan membiarkan mereka terkapar dibawah terik matahari dikota al-harrah, dan mereka mati dalam kondisi tersebut”. (H.R.Aljamaah;Almuntaqa II : 732 )[1]

Dari keterangan hadist di atas dapat dikatakan bahwa perampok yang sering disebut quththauthariq, dicongkel matanya, dipotong tangannya, dan dibiarkan terkapar dibawah terik matahari sampai mereka mati. Hukum hirabah dibunuh, disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan, atau dibuang dari negerinya. Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah SWT:

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, tidak lain mereka itu dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya); yang demikian itu adalah sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia. Dan di akherat mereka memperoleh siksaan yang berat.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 33).

Ayat ini turun berkenaan dengan hirabah, baik yang dilakukan oleh orang-orang muslim maupun kafir. Sebab, ayat itu berbentuk umum. Tidak ada dalil yang mengkhususkan bahwa hukuman itu khusus hanya untuk kaum muslimin. Lanjutan ayat tersebut adalah sebagai berikut:

“Kecuali orang-orang yang bertaubat (diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 34).[2]

Lanjutan ayat ini tidak menunjukkan kekhususan hukum hirabah bagi kaum muslimin. Sebab, ‘taubat’ dalam ayat ini maksudnya adalah taubat dari hirabah, baik yang dilakukan oleh kaum muslimin maupun orang-orang kafir. Hal ini diperkuat dengan sebab turun ayat; yakni apa yang dilakukan oleh kaum Urniyyin. Mereka murtad dari Islam, kemudian membunuh penggembala onta, dan merampok onta-ontanya, lalu melarikan diri. Setelah mereka tertangkap —sebelum bertaubat—, Rasulullah Saw memerintah untuk memotong tangan dan kaki mereka, mencongkel mata mereka, dan membiarkan mereka di pinggiran Harrah, sampai mereka mati. Selanjutnya, —menurut Anas—, turunlah ayat tersebut [3].     
Imam Abu Daud dan Nasaiy juga mengetengahkan riwayat dari Ibnu ‘Abbas,
“Sekumpulan orang merampas onta Rasulullah Saw, kemudian mereka murtad dari Islam, membunuh penggembala onta Rasulullah Saw yang mukmin, kemudian beliau mengutus untuk mengikuti jejak mereka. Akhirnya mereka tertangkap, kemudian tangan dan kaki mereka dipotong, dan biji matanya dicongkel.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Lalu turunlah ayat ini (Qs. al-Maa’idah [5]: 33).”
Riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa Qs. al-Maa’idah [5]: 33 itu bersifat umum, mencakup kaum muslim maupun orang-orang kafir. Sanksi bagi pelaku pidana penodong/perampok adalah lebih berat jika dibandingkan dengan pencuri, yaitu dibunuh, atau disalib (dipotong tangan dan kakinya), atau dibuang. Adapun syarat-syarat perbuatan dikatakan penodong yaitu baligh dan berakal ( taklif ), menggunakan snjata, jauh dari tempat ramai, dan terang-terangan.[4]

Kebanyakan ulama ahli fikih berpendapat bahwa yang dinamakan muharrib (perampok) adalah mereka yang melakukan perbuatan itu ditempat sepi (dihutan) bukan di kota, serta merampas harta milik orang lain. Harta itu adalah milik muslim maupun kafir dzimmi.

  • Berikut ini pendapat dari beberapa imam madzhab:
  1. Menurut Abu Hanifah, perampok yang beraksi didalam kota tidak disebut muharib, namun disebut muntahib (perampas).
  2. Menurut Imam Malik apabila perbuatan itu dilakukan didalam jarak 3 mil dari kota di sebut muharib. Sedangkan jika berlangsung didalam kota, dan mudah mendapatkan pertolongan, tidak dinamakan muharib.
  3. Pendapat Muhammad dan Asy-syafi’i, al-Auza’i, Abu Tsaur, Abu Yusuf menyatakan tingkat kejahatan baik yang dilakukan didalam kota maupun diluar kota adalah sama.

  • Sanksi bagi muharib.
Muharib yang membunuh dan mengambil harta korbannya, menurut Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad dan Asy-syafi’I dibunuh dan disalib, dengan tidak dipotong tangannya. Sedangkan Ibnu Abbas dan An-nashr, hukuman terhadap kejahatan ini diserahkan kepada pertimbangan Hakim (penguasa).
Al-Hasan berpendapat, apabila si muharib bertindak hanya sekedar untuk menakut-nakuti saja, maka penguasa dapat memilih antara slah satu hukuman yang dapat dijatuhkan kepada si maharib.
Jika perampokan ini dilakukan oleh beberapa orang, dan masing-masing anggota perampok bertindak sendiri-sendiri, maka menurut Asy-syafi’i maka terhadap masing-masing perampok itu dihukum setara dengan tingkat kejahatannya. Abu Hanifah berpendapat hukuman terhadap seluruh gerombolan perampok disamakan.
Berkaitan dengan penyaliban, menurut Abu Hanifah, si terdakwa terlebih dahulu dibunuh, baru kemudian disalib. Asy-syafi’I berpendapat sebaliknya, disalib terlebih dahulu, baru kemudian dibunuh. Sebagian pengikut Asy-syafi’I menyatakan bahwa si perampok disalib terlebih dahulu selama tiga hari baru kemudian diturunkan dari tiang penyaliban dan dibunuh. Namun pengikut Asy-syafi’I yang lain berpendapat bahwa si perampok disalib, tidak diberi makan dan minum sampai dia meninggal.
Menyangkut jenis hukuman yang dijatuhkan seorang atau segerombolan peampok, maka diserahkan kepada kebijakan penguasa (hakim). Hakim dapat memilih salah satu dari alternatif diatas, disesuaikan dengan prilaku perampok dan kemaslahatan masyarakat.[5]

            Menurut pendapat kami (pemakalah) Hirabah berasal dari kata ‘harb’ yang berarti peperangan. Hirabah adalah keluarnya sekelompok bersenjata di daerah Islam dan  melakukan kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, merusak kehormatan, merusak citra agama, akhlaq, dan ketertiban umum, baik dari kalangan muslim, maupun kafir. Dan Para ‘ulama juga  sepakat bahwa tindakan hirabah termasuk dosa besar yang layak dikenai sanksi hadd.[6]

Yang termasuk dalam hirabah, adalah kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh sindikat, mafia,,dan lain-lain. Misalnya, sindikat pencurian anak, mafia perampok bank dan rumah-rumah, sindikat para pembunuh pembayaran, tawuran massal, dan lain-lain. Pada akhir zaman banyak sekali yang bisa di golongkan dalam hirabah (pemberontakan) hal itu sering kali terjadi, bukan hanya diperkotaan namun juga dipedesaan atau plosok-plosok sebuah daerah. Kami sependapat dengan pendapatnya Imam Asy-syafi’i bahwa perampokan yang terjadi baik dikota maupun didesa itu sama, yaitu yang disebut hirabah.
Hirabah adalah salah satu dari tindak pidana, seseorang bisa disebut muharib apabila tindak tanduknya mencerminkan prilaku sebagai berikut:
1)      Apabila ia keluar dengan niat mengambil harta milik orang lain dengan cara anrkis sehingga membuat susana menakutkan atau mencekam, walaupun ia tidak berhasil mengambil harta atau membunuh pemiliknya.
2)      Apabila ia keluar rumah dengan niat mengambil harta milik orang lain dengan cara anarkis dan berhasil mengambil harta tetapi tidak membunuh pemiliknya.
3)      Apabila ia keluar rumah dengan niat mengambil harta milik orang lain dengan cara anarkis, namun tidak berhasil mengambil hartanya akan tetepi membunuh pemilik harta tersebut.
4)      Apabila ia keluar rumah dengan niat mengambil harta orang lain dengan cara anarkis,dan ia berhasil mengambil harta serta membunuh pemiliknya.

Para fuqaha (ahli hukum islam) mengkatagorikan penodongan atau perampokan dengan pencurian besar. Namun pengertian muharrib saat ini di Indonesia bisa disebut pelaku teroris. Pelaku teroris (muharrib) dimaksud, harus memenuhi dua syarat pokok, yaitu (1) jami’ yakni sebagai tindakan kejahatan perilaku manusia, (2) mani’ yakni sebagai tindakan pencegahan perilaku manusia untuk berparilaku hirabah.






















Penutup

Kesimpulan

            Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa  perampok (pemberontak) hukumnya adalah haram. Para ulama berbeda pendapat mengenai sebutan bagi pemberontak yang ada dikota maupun diluar kota,, ada yang menyebut maharib ada yang menyebut muntahib, secara teknis menghokum memberontak/merampok (hirabah) para ulama berbeda pendapat, namun para ulama sepakat bahwa hokum perampok adalah dibunuh, disalib,potong tangan.



Daftar Pustaka

  • Ashiddieqy, Muhammad hasbi, Koleksi Hadist-hadist Hukum, Semarang: PT. Petraya Mitrajaya. 2001
  • Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika. 2009
  • Fanny, Umar, B.A. Terjemah Naulil Authar ”Himpunan Hadist-hadist Hukum” jilid 6. PT. Bina Ibnu Surabaya


















[1] Koleksi hadist-hadist hukum
[2] Lihat, Ibid.
[3] Lihat Abdurrahman Malik Nidzam al-‘Uquubat, hal. 75-76.
[4] Lihat Hukum Pidana Islam hal. 70-71
[5] Nailul Authar vii: 331,337.
[6] Sayyid Sabbiq, Fikih Sunnah, bab Hirabah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

dunia ini memang indah,, tergantung bagaimana kita menjaga keindahan itu,,. untuk itu mari kita bersatu, satu pikiran satu tujuan untuk Indonesia merdeka,.. berpisah kita berjuang bersatu kita memukul..