Pendahuluan
Hirabah adalah keluarnya sekelompok bersenjata di
daerah Islam dan melakukan kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta,
merusak kehormatan, merusak tanaman, peternakan, citra agama, akhlaq, dan
ketertiban umum, baik dari kalangan muslim, maupun kafir. Dan hirabah juga
dapat disebut penodong yaitu merampas dan mengambil harta milik orang lain
dengan cara memeksa korbannya. Pada umumnya kata penodong lebih lazim dipakai
terhadap tindak pidana yang dilakukan diluar rumah. Jika perbuatan yang sama
dilakukan didalam rumah atau gedung disebut dengan perampok. Dalam hukum islam,
perilaku kriminal yang demikian, yaitu penodong atau perampok diistilahkan
dalam kitab-kitab fikih klasik muharrib.
Secara harfiyah hirabah pada umumnya cenderung mendekati pengertian pencuri.
Perbedaannya adalah mencuri berarti mengambil barang orang lain secara
diam-diam; sedangkan hirabah adalah mengambil barang orang lain dengan cara
anarkis. Misalnya merampok, mengancam atau menakut-nakuti orang.
Sementara
pada zaman sekarang hirabah sering terjadi secara terang-terangan dan lebih
sering terjadi ditempat-tempat keramaian. Untuk penjelasan yang lebih jelas, apakah
hirabah itu, apakah hukumnya, dan bagaimana pendapat para ulama tentang hal
itu, serta btasan-batasan dalam pidana islam mengenai hirabah akan dijelaskan
pada bab-bab selanjutnya.
Pembahasan
Hadist tentang perampokan;
عن قتا د ة عـن
انس ان نا سا من عـكلـو وعـريـنة قـد مـوا عـلى رسول الله صلى الله عـليه وسلم ,
وتـكلموا بالاسلا م , فاستو خـوا المد ينة , فامر لهم النبي صلى الله عـليه واله
وسلم بذ ود, وراء , وامرهــم ان يخـرجـوا فالـيشربـوامن ابوالها والبـا نها , حتـى
اذا كانوا بنا حية الحرة كـفروا بعـد اسـلا مهم , و قـتلوا راعى الـنبي صلى الله
عليه وسلم , واستا قـو الذ ود , فبلغ ذلك الـنبي صلى الله عليه وسلم , فبعث الطلب
في اثا رهم. فامر بهم , فسمروا اعـينهم , وقطعـوا ايد يهم , وتركـو فى ناحية الحرة
, حتى ما تو توا على حالهم . رواه الجمعة
“Anas ibn malik menerangkan : beberapa orang dari ukal dan urainah datang
menemui Rasulullah saw. Dan mengikrarkan keislamannya. Mereka menyuruh mereka
membawa beberapa ekor unta serta seseorang pengembala. Nabi menyuruh mereka
keluar dari kota madinah. Mereka meminum air kencing unta dan susunya. Sesampai
disudut kota al-harrah, mereka kembali murtad ( setelah sebelumnya mengaku
memeluk agama islam ) dan memebunuh si pengembala yang ditunjuk Nabi, dan
mereka membawa lari unta-unta itu. Penghianatan itu sampai beritanya kepada
Nabi saw. Nabi mengirimkan pasukan untuk mengejar mereka, dan menyuruh para
sahabat untuk mengambil tindakan terhadap mereka. Mata mereka dicongkel dan
tangan mereka dipotong, dan membiarkan mereka terkapar dibawah terik matahari
dikota al-harrah, dan mereka mati dalam kondisi tersebut”.
(H.R.Aljamaah;Almuntaqa II : 732 )[1]
Dari keterangan hadist di atas
dapat dikatakan bahwa perampok yang sering disebut quththauthariq, dicongkel matanya, dipotong tangannya, dan dibiarkan
terkapar dibawah terik matahari sampai mereka mati. Hukum
hirabah dibunuh, disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan,
atau dibuang dari negerinya. Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah SWT:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap
orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, tidak lain mereka itu dibunuh, atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari
negeri (tempat kediamannya); yang demikian itu adalah sebagai suatu penghinaan
untuk mereka di dunia. Dan di akherat mereka memperoleh siksaan yang berat.”
(Qs. al-Maa’idah [5]: 33).
Ayat ini turun berkenaan dengan hirabah, baik yang dilakukan oleh
orang-orang muslim maupun kafir. Sebab, ayat itu berbentuk umum. Tidak ada
dalil yang mengkhususkan bahwa hukuman itu khusus hanya untuk kaum muslimin.
Lanjutan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
“Kecuali orang-orang yang bertaubat
(diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka
ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs.
al-Maa’idah [5]: 34).[2]
Lanjutan ayat ini tidak menunjukkan kekhususan hukum hirabah bagi kaum
muslimin. Sebab, ‘taubat’ dalam ayat ini maksudnya adalah taubat dari hirabah,
baik yang dilakukan oleh kaum muslimin maupun orang-orang kafir. Hal ini
diperkuat dengan sebab turun ayat; yakni apa yang dilakukan oleh kaum Urniyyin.
Mereka murtad dari Islam, kemudian membunuh penggembala onta, dan merampok
onta-ontanya, lalu melarikan diri. Setelah mereka tertangkap —sebelum
bertaubat—, Rasulullah Saw memerintah untuk memotong tangan dan kaki mereka,
mencongkel mata mereka, dan membiarkan mereka di pinggiran Harrah, sampai
mereka mati. Selanjutnya, —menurut Anas—, turunlah ayat tersebut [3].
Imam Abu Daud dan Nasaiy juga mengetengahkan riwayat dari Ibnu ‘Abbas,
“Sekumpulan orang merampas onta Rasulullah Saw, kemudian mereka murtad
dari Islam, membunuh penggembala onta Rasulullah Saw yang mukmin, kemudian
beliau mengutus untuk mengikuti jejak mereka. Akhirnya mereka tertangkap,
kemudian tangan dan kaki mereka dipotong, dan biji matanya dicongkel.” Ibnu
‘Abbas berkata, “Lalu turunlah ayat ini (Qs. al-Maa’idah [5]: 33).”
Riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa
Qs. al-Maa’idah [5]: 33 itu bersifat umum, mencakup kaum muslim maupun
orang-orang kafir. Sanksi bagi pelaku pidana penodong/perampok adalah lebih berat
jika dibandingkan dengan pencuri, yaitu dibunuh, atau disalib (dipotong tangan
dan kakinya), atau dibuang. Adapun syarat-syarat perbuatan dikatakan penodong
yaitu baligh dan berakal ( taklif ), menggunakan snjata, jauh dari
tempat ramai, dan terang-terangan.[4]
Kebanyakan ulama ahli fikih
berpendapat bahwa yang dinamakan muharrib
(perampok) adalah mereka yang melakukan perbuatan itu ditempat sepi
(dihutan) bukan di kota, serta merampas harta milik orang lain. Harta itu
adalah milik muslim maupun kafir dzimmi.
- Berikut ini pendapat dari beberapa imam madzhab:
- Menurut Abu Hanifah, perampok yang beraksi didalam kota tidak disebut muharib, namun disebut muntahib (perampas).
- Menurut Imam Malik apabila perbuatan itu dilakukan didalam jarak 3 mil dari kota di sebut muharib. Sedangkan jika berlangsung didalam kota, dan mudah mendapatkan pertolongan, tidak dinamakan muharib.
- Pendapat Muhammad dan Asy-syafi’i, al-Auza’i, Abu Tsaur, Abu Yusuf menyatakan tingkat kejahatan baik yang dilakukan didalam kota maupun diluar kota adalah sama.
- Sanksi bagi muharib.
Muharib yang membunuh dan mengambil
harta korbannya, menurut Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad dan Asy-syafi’I
dibunuh dan disalib, dengan tidak dipotong tangannya. Sedangkan Ibnu Abbas dan
An-nashr, hukuman terhadap kejahatan ini diserahkan kepada pertimbangan Hakim
(penguasa).
Al-Hasan berpendapat, apabila si
muharib bertindak hanya sekedar untuk menakut-nakuti saja, maka penguasa dapat
memilih antara slah satu hukuman yang dapat dijatuhkan kepada si maharib.
Jika perampokan ini dilakukan oleh
beberapa orang, dan masing-masing anggota perampok bertindak sendiri-sendiri,
maka menurut Asy-syafi’i maka terhadap masing-masing perampok itu dihukum
setara dengan tingkat kejahatannya. Abu Hanifah berpendapat hukuman terhadap
seluruh gerombolan perampok disamakan.
Berkaitan dengan penyaliban, menurut
Abu Hanifah, si terdakwa
terlebih dahulu dibunuh, baru kemudian disalib. Asy-syafi’I berpendapat
sebaliknya, disalib terlebih dahulu, baru kemudian dibunuh. Sebagian pengikut Asy-syafi’I
menyatakan bahwa si perampok disalib terlebih dahulu selama tiga hari baru
kemudian diturunkan dari tiang penyaliban dan dibunuh. Namun pengikut
Asy-syafi’I yang lain berpendapat bahwa si perampok disalib, tidak diberi makan
dan minum sampai dia meninggal.
Menyangkut jenis hukuman yang
dijatuhkan seorang atau segerombolan peampok, maka diserahkan kepada kebijakan
penguasa (hakim). Hakim dapat memilih salah satu dari alternatif diatas,
disesuaikan dengan prilaku perampok dan kemaslahatan masyarakat.[5]
Menurut
pendapat kami (pemakalah) Hirabah berasal dari kata ‘harb’ yang berarti “peperangan”. Hirabah adalah keluarnya sekelompok
bersenjata di daerah Islam dan melakukan
kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, merusak kehormatan, merusak citra
agama, akhlaq, dan ketertiban umum, baik dari kalangan muslim, maupun kafir. Dan
Para ‘ulama juga sepakat bahwa tindakan hirabah termasuk dosa
besar yang layak dikenai sanksi hadd.[6]
Yang termasuk dalam
hirabah, adalah kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh sindikat, mafia,,dan
lain-lain. Misalnya, sindikat pencurian anak, mafia perampok bank dan
rumah-rumah, sindikat para pembunuh pembayaran, tawuran massal, dan lain-lain. Pada akhir zaman banyak sekali yang bisa
di golongkan dalam hirabah (pemberontakan)
hal itu sering kali terjadi, bukan hanya diperkotaan namun juga dipedesaan atau
plosok-plosok sebuah daerah. Kami sependapat dengan pendapatnya Imam
Asy-syafi’i bahwa perampokan yang terjadi baik dikota maupun didesa itu sama,
yaitu yang disebut hirabah.
Hirabah adalah salah satu dari
tindak pidana, seseorang bisa disebut muharib
apabila tindak tanduknya mencerminkan prilaku sebagai berikut:
1) Apabila ia keluar
dengan niat mengambil harta milik orang lain dengan cara anrkis sehingga
membuat susana menakutkan atau mencekam, walaupun ia tidak berhasil mengambil
harta atau membunuh pemiliknya.
2) Apabila ia keluar
rumah dengan niat mengambil harta milik orang lain dengan cara anarkis dan
berhasil mengambil harta tetapi tidak membunuh pemiliknya.
3) Apabila ia keluar
rumah dengan niat mengambil harta milik orang lain dengan cara anarkis, namun
tidak berhasil mengambil hartanya akan tetepi membunuh pemilik harta tersebut.
4) Apabila ia keluar
rumah dengan niat mengambil harta orang lain dengan cara anarkis,dan ia berhasil
mengambil harta serta membunuh pemiliknya.
Para fuqaha (ahli hukum islam)
mengkatagorikan penodongan atau perampokan dengan pencurian besar. Namun
pengertian muharrib saat ini di Indonesia bisa disebut pelaku teroris. Pelaku
teroris (muharrib) dimaksud, harus memenuhi dua syarat pokok, yaitu (1) jami’
yakni sebagai tindakan kejahatan perilaku manusia, (2) mani’ yakni sebagai
tindakan pencegahan perilaku manusia untuk berparilaku hirabah.
Penutup
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas
dapat kita simpulkan bahwa perampok
(pemberontak) hukumnya adalah haram. Para ulama berbeda pendapat mengenai sebutan
bagi pemberontak yang ada dikota maupun diluar kota,, ada yang menyebut maharib
ada yang menyebut muntahib, secara teknis menghokum memberontak/merampok (hirabah)
para ulama berbeda pendapat, namun para ulama sepakat bahwa hokum perampok
adalah dibunuh, disalib,potong tangan.
Daftar Pustaka
- Ashiddieqy, Muhammad hasbi, Koleksi Hadist-hadist Hukum, Semarang: PT. Petraya Mitrajaya. 2001
- Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika. 2009
- Fanny, Umar, B.A. Terjemah Naulil Authar ”Himpunan Hadist-hadist Hukum” jilid 6. PT. Bina Ibnu Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
dunia ini memang indah,, tergantung bagaimana kita menjaga keindahan itu,,. untuk itu mari kita bersatu, satu pikiran satu tujuan untuk Indonesia merdeka,.. berpisah kita berjuang bersatu kita memukul..