HUKUM PERTANAHAN SEBAGAI SARANA PEMBANGUNAN
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan manusia,telah memiliki
kedudukan yang sangat penting, sebab sebagaimana kehidupan manusia masih
menggantungkan penghidupan dan penghasilannya pada tanah, baik sebagai tempat
tinggal maupun sebagai bidang pertanian, industri, pemukiman dan perdagangan
sebagai sarana dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Untuk
itu kebutuhan akan tanah cenderung meningkat karena, tanah merupakan sarana
penunjang segala aktifitas kehidupan manusia yang selalu bertambah seiring
dengan pertambahan penduduk yang pesat. Ini membuat semakin berkurangnya
keberadaan tanah itu untuk digarap, tempat pemukiman, dan lain-lain sehingga
memicu keinginan manusia untuk memperkuat penguasaan dan kepemilikan atas tanah.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian tanah
Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu
permukaan bumi atau lapisan bumi yang paling ata. Menurut pasal 4 UUPA
dinyatakan sebagai berikut :
Atas dasar hak menguasai
dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam macam
hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
serta badan-badan hukum.[1]
Dengan
demikian yang dimaksud tanah dalam pasal ini adalah permukaan bumi[2].makna
permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap orang
atau badan hukum.
B.
Sumber Hukum tanah Indonesia
Sumber
hukum tanah indonesia yang lebih identik yang lebih dikenal pada saat ini yaitu
setatus tanah dan riwayat tanah, status tanah atau riwayat tanah merupakan
kronologis masalah kepemilikan dan penguasan tanah baik pada masa lampau atau
masa kini maupun masa yang akan datang. Status tanah atau riwayat tanah,
dikenal dengan surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) untuk tanah-tanah
bekas hak-hak barat dan hak-hak lainnya.
Sejalan
dengan hal tersebut maka persoalan tanah merupakan permasalahan yang peka
dengan meningkatkan pembangunan saat ini. Disatu sisi tanah merupakan modal
utama bagi pembangunan pertanian dan industri, dilain pihak tanah menyangkut
juga segala aspek kehidupan bagi warga masyarakat, oleh karena itu tanah tidak
hanya memiliki nilai ekonomis untuk kesejahteraan manusia akan tetapi juga
mempunyai nilai yang berhubungan dengan masalah sosial, politik, dan pertahanan
keamanan.
Seiring
dengan pembangunan tanah disegala aspek kehidupan yang menyangkut masalah
sosial, politik, dan pertahanan keamanan maka, harus disertai dengan
memperhatikan masalah kesejahteraan warga masyarakat secara keseluruhan.
Kesejahteraan warga masyarakat merupakan hal yang paling penting yang harus
diperhatikan oleh suatu negara, tidak terkecuali Bangsa Indonesia yang memang
sejak dahulu menginginkan hal itu. Untuk itu didalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 masalah kesejahteraan bagi masyakat Indonesia telah diatur oleh
Negara, pada alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi:
Kemudian daripada itu,
untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berdaulatkan rakyat dengan berdasarkan kepada:
Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradap, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Selain
itu dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 memuat mengenai Kesejahteraan Bagi
Bangsa Indonesia, dalam pasal ini disebutkan bahwa semua tanah di seluruh
wilayah kedaulatan Bangsa Indonesia dipergunakan sebesarbesarnya bagi seluruh
rakyat, yang berbunyi:
"Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. "
Dimaksudkan
bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah
pokok-pokok kemakmuran rakyat, sebab itu harus dikuasai oleh negara dan
dipergunakan oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesamya kemakmuran
rakyat.[3]
Dalam
hal ini tentunya diperlukan tanah yang merupakan salah satu kekayaan alam dan
menjadi unsur utama bagi kehidupan manusia, untuk itu diperlukan pengaturan
dalam pemanfaatan tanah tersebut. Untuk mengatur ini diperlukan pengaturan
dalam pemanfaatan tanah tersebut. Untuk mengatur ini maka tanggal 24 September
1960 diberlakukan Peraturan Dasar Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang
memuat mengenai peraturan mendasar tentang pokok-pokok agraria yang dirasakan
sangat perlu keberadaan UUPA dapat mengakomodir setiap persoalan maupun
kepentingan dibidang pertanahan. Salah satu pengaturan yang berlaku dalam UUPA
mengenai pembangunan mengenai pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan
umum adalah pasal 18 yang pengaturannya melalui Keputusan Presiden Nomor 55
Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Berdasarkan ketentuan tersebut
diatas, maka pengertian pengadaan tanah menurut Pasal 1 angka l Keputusan
Presiden No.55 Tahun 1993 menyatakan bahwa:
"Pengadaan Tanah
adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti
kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut."
Sedangkan
pengertian kepentingan umum yang berdasarkan Pasal 1 angka 3 Keputusan Presiden
No. 55 Tahun 1993 berbunyi:
"Kepentingan
umum adalah kepentingan untuk seluruh lapisan masyarakat"
Adanya
Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ditetapkan pada tanggal 17 Juni 1993, yang
bertujuan untuk mengatur pengalihan hak atas tanah milik masyarakat melalui
suatu prosedur yang baku diatur dalam Undang-Undang sesuai dengan Pasal 18 UUPA
yang berbunyi:
“Untuk
kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan
bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberikan ganti
kerugian yang layak dan menurut tata cara yang diatur dengan
undang-undang."
Untuk
itu pembangunan bagi kepentingan umum sebagai sarana pembangunan tentunya
membutuhkan tanah, ini terbukti dengan adanya kegiatan pembangunan yang ada di
Negara kita pada saat ini khususnya pembangunan yang dirasakan sangat penting
untuk keperluan dan kepentingan masyarakat luas. Dalam hal ini tentunya
diperlukan suatu usaha peralihan hak atas tanah dari pihak yang mempunyai hak
atas tanah kepada pihak yang membutuhkan tanah. Pengalihan hak atas tanah ini
tentunya memerlukan suatu pendekatan terpadu, selaras, dan seimbang agar tidak
terjadi keresahan-keresahan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Agar
rencana pembangunan itu dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang diinginkan
oleh pemerintah maka rencana pembangunan tersebut tentunya diperlukan adanya
kesepakatan antara pemerintah atau badanhukum dengan masyarakat sebagai pemilik
hak atas tanah, sehingga akhirnya pembangunan tersebut dapat berguna bagi
kepentingan masyarakat secara umum. Pembangunan untuk kepentingan umum apabila
ditinjau dari Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993, maka ada pembatasan untuk
kegiatan pembangunan yang dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah dan badan
hukum, yaitu antara lain
sebagai
berikut:
a.
Jalan umum, saluran pembuangan air;
b. Waduk,
bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
c. Rumah sakit
umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat
d. Pelabuhan
atau bandar udara dan terminal;
e. Peribadatan;
f. Pendidikan
atau sekolahan;
g. Pasar umum
atau INPRES;
h. Fasilitas
pemakaman umum;
i. Fasilitas
keselamatan umum antara lain tanggul penanggulan bahaya banjir, lahar dan
lain-lain bencana;
j. Pos dan
telekomunikasi;
k. Sarana olah
raga;
1. Saluran
penyiaran radio, televisi serta sarana pendukung;
m. Kantor
pemerintah;
n. Fasilitas
Angkatan Bersenjata Indonesia Indonesia.
Ketentuan
ini hanya bisa diterapkan apabila suatu keharusan yang menghendaki adanya suatu
proyek atau kegiatan tertentu untuk pembangunan yang dilakukan untuk
kepentingan umum melalui cara dengan pengadaan tanah. Pada klausula ini
mempunyai nilai positif yaitu untuk mengantisipasi kemungkinan hal-hal baru
yang timbul dan belum tercakup oleh pengertian kepentingan umum yang dirumuskan
sebelumnya. Namun dapat juga menimbulkan suatu kesan negatif, dimana ruang
lingkup dari kepentingan umum ini "dapat diatur" dan "dapat
dipermainkan sedemikian rupa" sehingga percuma saja ditentukan dalan suatu
daftar panjang seperti yang tercakup pada Pasal 5 ayat (1) Keputusan Presiden
Nomor 55 Tahun 1993, jika akhirnya suatu kepentingan dapat saja dijadikan
sebagai kepentingan umum. Maksud
dari pengertian tersebut diatas diperlukan suatu kegiatan yang padaintinya
dilakukan dengan suatu permusyawarahan untuk dapat melepaskan hubungnan hukum
dari seorang pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya. Hubungan
ini dapat dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Adanya
pelepasan atau penyerahan hak atas tanah berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan
Presiden Nomor 55 Tahun 1993 adalah: "Kegiatan melepaskan hubungan hukum
antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan
ganti kerugian atas dasar musyawarah" Sesuai dengan prinsip UUPA dalam
hubungan ini Pasal 1 angka 2 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 maka yang
aktif adalah pemegang hak untuk menyerahkan dan melepaskan haknya. Sehingga
melalui pernyataan yang dibuatnya secara sukarela tanpa ada paksaan atau
menyerahkan hak atas tanah kepada panitia yang mewakili Negara sehingga dengan
perbuatan hukum tersebut hapuslah hak atas tanah yang bersangkutan. Pengertian
tersebut lebih dekat dengan apa yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 55
Tahun 1993, namun hak dari pemegang hak atas tanah haruslah tetap dihormati dan
dihargai, ini merupakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam pengadaan
tanah permasalahan yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Bahwa pembangunan berbagai fasilitas untuk
kepentingan umum memerlukan bidang
tanah yang cukup.
2. Bahwa harus memperhatikan peran tanah dalam
kehidupan manusia danprinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah.
3. Bahwa prosedur pengadaan tanah haruslah seimbang
dan untuk tingkatpertama dilakukan dengan cara musyawarah dengan para pemegang
hak atas tanah.[4]
Untuk
mengantisipasi keberadaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993dibutuhkan
adanya suatu landasan hukum bagi pemerintah untuk mengawasi berbagai kesulitan
pertanahan, ketika pemerintah menjalankan atau membuka berbagai proyek
pembangunan sesuai dengan program yang dijalankan melalui Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita). Dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan maka
dapat ditempuh dengan melaui salah satu sarana hukum sebagai berikut, yaitu
antara lain:
a.
Permohonan hak atas tanah negara
b.
Pembebasan tanah
c.
Hibah tanah untuk pemerintah
d.
Pencabutan hak
Hal
ini dapat ditempuh dengan cara pengadaan tanah tergantung kepada tiga hal,yaitu
status hukum hak atas tanah yang diperlukan, status pihak yang memerlukan tanah
dan ada atau tidaknya persediaan tanah untuk pembangunan yaitu dengan cara
melepaskan hak atas tanahnya.[5]
Untuk
pelaksanaan lebih teknis memang ada beberapa alternatif untuk menghindari
terjadinya konflik dalam hal pengadaan tanah untuk kepentingan umum, misalnya
ada juga rakyat yang tidak perlu untuk melepaskan hak atas tanahnya kepada
pemerintah dan untuk itu ia mendapat imbalan dalam bentuk ganti kerugian dengan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang "Acara
Pemberian Ganti Kerugian Sehubungan dengan Hak-Hak Atas Tanah" yang telah
dicabut dan digantikan dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang
"Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum". Untuk itu sangat perlu diperhatikan mengingat dalam suasana
pembangunan saaat ini masalah tanah merupakan potensi yang sangat
penting dalam
menunjang pembangunan disegala bidang.
Dengan
mengacu pada pasal 12 dan pasal 13 keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang
rugi dan bentuk ganti rugi, maka pelaksanaannya diatur dalam Pengaturan Menteri
Dalam Negeri/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
yang pada bagian ketiga mengenai Pelaksanaan Musyawarah dan Penetapan Bentuk
dan Besarnya Ganti Kerugian pada Pasal 14 sampai dengan Pasal 21 Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan PertanahanNasional Nomor 1 Tahun 1994.
Dalam
hal melaksanakan kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum dengan cara
pengadaan tanah ini tentunya diperlukan panitia pengadaan tanah yang mana
panitia ini dibentuk untuk membantu pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum. Ketentuan ini berdasarkan kepada Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
pada Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8. Panitia ini dibentuk oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I dan disetiap Kabupaten dan Kotamadya Daerah Tingkat II yang
mana susunan Panitia Pengadaan Tanah ini terdapat pada Pasal 7 Keputusan
Presiden Nomor 55 Tahun 1993 sedangkan tugas Panitia Pengadaan Tanah ini ada
pada Pasal 8 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993.
Dalam
melaksanakan tugasnya panitia pengadaan tanah harus berlandaskan pada prinsip,
penghormatan terhadap hak atas tanah. Diharapkan pada saat pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah pemegang hak atas tanah tidak merasa keberatan dan
terpaksa melepaskan haknya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar supaya
panitia pengadaan tanah tidak bertindak sewenang-wenang dalam hal
pengambilalihan hak atas tanah dari pemilik hak atas tanah yang bersangkutan.
Untuk itu Negara sebagai pemegang kekuasaan terhadap bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya mempunyai kewajiban untuk mengatur kepemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk kemakmuran rakyat hal ini sesuai dengan
ketentuan yang menyatakan bahwa semua tanah diseluruh wilayah Indonesia adalah
kedaulatan bangsa dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, seperti yang diatur
didalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 dan Pasal 2 ayat (1) dan
(2) UUPA berbunyi:
Pasal 2
ayat ( l):
"Atas
dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai
organisasi kekayaan seluruh rakyat."
Pasal 2
ayat (2):
"Hak
menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberikan wewenang
untuk:
a.
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa;
b.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,
air, dan ruang angkasa;
c.
Mengatur dan menentukan hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.”
Dalam
Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Bumi, air, dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tingkat yang tertingggi
dikuasai oleh Negara." Sesuai dengan pangkal pendirian tersebut diatas
perkataan "dikuasai" dalam hal ini bukanlah berarti
"dimiliki", tetapi adalah kekuasaan pada tingkat yang tertinggi,untuk
mengaturnya. Segala sesuatunya dengan tujuan untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur (Pasal 2 ayat
1dan ayat 2)pengertian, yang memberikan wewenang kepada Negara, sebagai
organisasi kekuasaan padatingkat yang tertinggi,untuk mengaturnya. Segala
sesuatunya dengan tujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur (Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2).[6]
C.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Abdurrahman,
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1994.
Ø Ali
Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan II Penyelesaian
Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah
, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003
Ø Boedi
Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta:
Djambatan, 2002.
Ø Indonesia,
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945,
Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
Ø Supriyadi,
Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika
, 2009.
[1]Supriadi Hukum agraria hal.3
[2] Sudargo Gautama Tafsiran
Undang-undang pokok-pokok Agraria
Kepentingan
Umum, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1994), Hlm. 1-2.
Sengketa Hak
Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi
Pemerintah
,(
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003), Hlm. 121.
Tanah,
(Jakarta:
Djambatan, 2002), Hlm. 31.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
dunia ini memang indah,, tergantung bagaimana kita menjaga keindahan itu,,. untuk itu mari kita bersatu, satu pikiran satu tujuan untuk Indonesia merdeka,.. berpisah kita berjuang bersatu kita memukul..