SISTEM PERGANTIAN TEMPAT (MUNASAKHAH)
BAB I
PENDAHULUAN
Kata waris berasal dari bahasa Arab
yaitu ميراث
, bentuk jamaknya adalah موارث yang berarti harta peninggalan orang yang meninggal yang akan
dibagikan kepada ahli warisnya.
Setiap ahli waris akan mendapat bagian sesuai dengan
kadar atau ukuran bagian masing-masing yang telah ditentukan oleh syari'at
Islam.
Mempelajari ilmu waris hukumnya
adalah fardhu kifayah. Dasar hukum waris adalah Al-Qura'an Suarah An-Nisa ayat
7, 11, 12 dan 176 dan surat-surat lainnya serta hadits Nabi Muhammad SAW,
kemudian di Indonesia ditambah dengan KHI (Kompilasi Hukum Islam).
Rasulullah SAW bersabda :
الحقوا
الفرائض بأهلها فما بقي فهو لأولى رجل ذكر ( متفق عليه).
"Berilah orang-orang yang
mempunyai bagian tetap sesuai dengan bagiannya masing-masing, sedangkan
kelebihannya diberikan kepada asabah yang lebih dekat, yaitu orang laki-laki
yang lebih utama". (HR. Muttafaq 'Alaih).
Kita tidak mengetahui kapan ajal menjemput kita, yang
menjadi masalah adalah jika salah seorang atau lebih dari ahli waris meninggal
lebih dahulu sebelum dia mendapatkan bagiannya. Dan masalah inilah yang akan
dibahas dalam makalah ini. Masalah seperti ini dalam ilmu waris disebut
MUNASAKHAH.
BAB II
PEMBAHASAN
(SISTEM PERGANTIAN TEMPAT (MUNASAKHAH))
A. DEFINISI
MUNASHAHAH
Munasakhah
menurut bahasa artinya menyalin dan menghilangkan. Seperti kalimat نسخت كتاب
(saya menyalinnya ke naskah lain). نسخت الشمس الظل (matahari menghilangkan bayangan). Yang
bermakna pertama adalah firman Allah SWT :
انا كنا
نستنسخ ما كنتم تعملون ( الجاثية : 29 )
"Sesungguhnya
Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan" (QS.
Al-Jatsiyah : 29).
Yang bermakna kedua adalah firman
Allah SWT :
ما ننسخ من اية او ننسخ نأت بخير منها او مثلها... (
البقرة : 106 ).
”Apa saja
yang Kami nasakhkan (hilangkan) atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya,
maka Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.
(QS. Al-Baqarah: 106).
Adapun
munasakhah menurut istilah, terdapat beberapa pengertian yang dikemukakan oleh
para ahli, antara lain sebagai berikut :
1. Menurut
As-Sayyid Asy-Syarif, munasakhah adalah memindahkan bagian demi bagian ahli
waris kepada orang yang mewarisinya akibat kematiannya sebelum dilakukan
pembagian harta peninggalan dilaksanakan.
2. Menurut
Ibnu Umar Al-baqry, munasakhah adalah kematian seseorang sebelum harta
peninggalan dibagi-bagikan sampai seseorang atau beberapa orang yang
mewarisinya menyusul meninggal dunia. Lafal nasakh itu menurut bahasa
berarti izalah (penghapusan) atau naql (pindah).
Baik
munasakhah diartikan menurut definisi yang pertama maupun yang kedua, keduanya
sudah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Harta
pusaka si pewaris belum dibagi-bagikan kepada ahli waris menurut ketentuan
pembagian harta pusaka.
2. Adanya
kematian dari seseorang atau beberapa orang ahli warisnya.
3. Adanya
pemindahan bagian harta pusaka dari orang yang mati kemudian kepada ahli waris
yang lain atau kepada ahli warisnya yang semula menjadi ahli waris terhadap
orang yang pertama harus dengan jalan mempusakai. Kalau pemindahan bagian
tersebut karena suatu pembelian atau penghibahan maupun hadiah, hal itu di luar
pembahasan munasakhah.
B. KEADAAN
YANG MENYEBABKAN TERJADINYA MUNASAKHAH
Ada 3 keadaan yang menyebabkan
munasakhah, yaitu :
1. Apabila
pewaris mayit kedua itu adalah mereka yang menjadi pewaris mayit pertama.
Dalam
keadaan ini masalahnya tidak berubah dan cara pewarisan mereka juga tidak
berubah. Misalnya : seorang laki-laki mati meninggalkan 5 orang anak laki-laki,
kemudian salah seorang dari mereka mati meninggalkan saudara-saudaranya yang
lain dan tiada pewaris baginya selain mereka, maka warisan dalam keadaan ini
dibagi antara orang-orang yang tersisa. Anak laki-laki mayit dianggap
seakan-akan tidak berasal dari mayit itu. Maka warisan dibagikan kepada 4 anak
laki-laki yang tersisa.
2. Bilamana
para pewaris kedua adalah juga pewaris mayit pertama disertai perbedaan nisbah
mereka kepada mayit.
Misalnya :
seorang laki-laki mempunyai 2 orang isteri dan ia meninggalkan 1 anak lelaki
dari isteri pertama dan 3 anak perempuan dari isteri kedua. Kemudian orang itu
wafat meninggalkan isteri dan anak-anaknya. Kemudian salah satu putrinya wafat
sebelum dilakukan pembagian harta dan meninggalkan orang-orang tersebut. Maka
para pewaris dalam hal ini adalah sisa pewaris mayit pertama, hanya saja anak
lelaki dalam masalah pertama terhadap anak perempuan yang mati telah menjadi
saudara lelaki seayah dan 2 anak perempuan menjadi 2 saudara perempuan kandung.
Oleh karena itu, pembagiannya di sini berubah dalam keadaan seperti ini harus
ada tindakan baru dan pengeluaran masalah yang bernama "Al-Jaami'ah",
yaitu yang menggabungkan 2 masalah.
3. Bilamana
para pewaris mayit kedua lain dari pewaris mayit pertama atau sebagian mereka
mewarisi dari 2 jalur, yaitu dari jalur mayit pertama dan dari jalur mayit
kedua.
Dalam
keadaan ini haruslah dikeluarkan "Al-Jaami'ah" karena pembagiannya
berbeda terhadap para pewaris.
C. CARA MELAKUKAN
MUNASAKHAH
Dalam proses
melakukan munasakhah (sistem pergantian tempat) dan mengeluarkan
"Al-Jaami'ah", haruslah diambil langkah-langkah berikut :
1. Tashih
masalah mayit pertama dan memberi setiap waris bagiannya termasuk mayit kedua.
2. Mengerjakan
masalah baru yang khusus bagi mayit kedua, kemudain mentashihnya tanpa
memandang masalah pertama.
3.
Perbandingan antara bagian mayit kedua dari masalah pertama dan tashih masalah
para pewarisnya dari masalah kedua.
4.
Perbandingan antara keduanya terjadi dalam ketiga nisbah berikut.
(Al-Mumaatsalah, Al-Muwaafaqoh, dan Al-Mubayyanah).
Apabila antara keduanya (yakni
antara saham-saham mayit kedua dan masalah para pewarisnya yang lain) terjadi
persamaan, maka maslah ini menjadi sahih dari tashih pertama.
Di dalam KHI
(Kompilasi Hukum Islam) pasal 185 ayat (1) disebutkan: "Ahli waris yang
meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan
oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173".
Dalam
pembagiannya ahli waris pengganti, bagiannya tidak boleh melebihi dari bagian
ahli waris yang diganti sebagaimana bunyi pasal 185 ayat (2) KHI : "Bagian
Ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat
dengan yang diganti".
Jadi antara
hukum waris Islam dengan Kompilasi Hukum Islam telah mengatur sedemikian rupa
tentang sistem pergantian tempat ini. Bedanya cuma dari redaksi kata-kata saja
tapi maksudnya sama yaitu meninggalnya ahli waris sebelum dia mendapatkan
bagiannya.
Dan kalau
masalah ini tidak diselesaikan secepatnya maka tidak mustahil akan terjadi
sengketa atau pertikaian di hari-hari berikutnya.
Dalam
membandingkan bagian pewaris dengan bagian kedua terdapat 3 macam perbandingan,
yaitu :
1. Mumasalah
Jika hasil
perbandingan dalam tashih pertama dengan kedua itu mumasalah, tidak perlu
adanya perkalian juzussaham dengan asal masalah semula. Hal ini karena
tashih yang pertama di sini berstatus menempati asal masalah di tempat lain,
dan tshih kedua di sini menempati status adadur ruus yang terbagi
atasnya dan apa yang berada di tangan orang yang meninggal kedua berstatus
menempati status mereka dari asal masalah.
Misalnya :
Seorang
meninggal, ahli warisnya terdiri atas: suami, ibu, dan paman. Kemudian sebelum
harta peninggalan dibagikan, suami meninggal dunia dan ahli warisnya terdiri
atas 3 anak laki-laki.
Cara
menyelesaikannya adalah:
Penyelesian pertama :
Ahli waris
|
Fard
|
Asal masalah : 6
|
Suami
Ibu
Paman
|
1/2
1/3
Asabah Bin Nafsi
|
1/2 x 6 =
3
1/3 x 6 =
2
6 - 5 = 1
|
Penyelesaian kedua :
Ahli waris
|
Fard
|
Asal masalah : 6
|
3 anak laki-laki paman
Ibu
Paman
|
-
1/3
Asabah Bin Nafsi
|
-
1/3 x 6 =
2
6 - 5 = 1
|
Karena
bagiannya sudah pas dibagikan kepada adadur ruus tidak perlu tashih.
Dengan demikian, bagian dalam tashih pertama dinisbatkan dengan bagian dalam
tashih kedua dalam mumasalah.
2. Muwafaqah
Jika
perbandingan bagian dalam tashih pertama dengan tashih kedua itu muwafaqah maka
waqfi (hasil bagi dari pembagi yang sama) tashih kedua hendaklah dilakukan dengan
asal masalah yang pertama.
Misalnya :
Seorang
meninggal, ahli warisnya terdiri atas: suami, ibu dan paman. Kemudian sebelum
harta peninggalan dibagikan suami meninggal dunia dan ahli warisnya terdiri
atas 6 anak laki-laki.
Penyelesaiannya
adalah :
Penyelesaian pertama adalah :
Ahli waris
|
Fard
|
Asal masalah: 6, sahamnya
|
Suami
Ibu
Paman
|
1/2
1/3
Asabah Bin Nafsi
|
1/2 x 6 = 3
1/3 x 6 = 2
6 – 5 = 1
|
Penyelesian kedua :
Ahli waris
|
Fard
|
Asal muasal 6, bagian
|
Nisbah Adadurruus & bagian sahamnya
|
Juzus saham
|
6 anak laki-laki Paman
Ibu
Paman
|
-
1/3
Asabah Bin Nafsi
|
= 3
1/3 x 6 = 2
6 – 5 = 1
|
6 : 3 (tawafuq)
-
-
|
2
-
-
|
Tashih : 6 x 2 = 12, maka sahamnya =
3 x 2 = 6
2 x 2 = 4
1 x 2 = 2
Karena
bagian laki-laki yang diterima oleh 6 anak laki-laki yang diwarisi dari ayahnya
(suami orang yang meninggal pertama), yaitu tiga bagian tidak dibagikan kepada
mereka tanpa menggunakan angka pecahan adalah tawafuq, waqfi-nya, yaitu
dua digunakan untuk mebngalikan asal masalah yang pertama, sehingga menjadi 12.
Dengan demikian, kedua asal masalah tersebut sudah tashih dan pembagian kepada
mereka dapat diselesaikan dengan mudah.
3. Mubayanah
Jika hasil
perbandingan bagian dalam tashih pertama dengan tashih kedua itu tabayun, seluruh
tashih kedua dikalikan dengan seluruh tashih pertama.
Contoh :
Seorang
meninggal, ahli warisnya terdiri dari : suami, ibu, dan paman. Kemudian sebelum
harta peninggalan dibagi suami meninggal dunia dan ahli warisnya terdiri atas
sepuluh anak laki-laki.
Cara
penyelesaiannya adalah :
Penyelesaian pertama :
Ahli waris
|
Fard
|
Asal masalah = 6, sahamnya
|
Suami
Ibu
Paman
|
1/2
1/3
Asabah Bin Nafsi
|
1/2 x 6 = 3
1/3 x 6 = 2
6 – 5 = 1
|
Penyelesaian kedua
Ahli waris
|
Fard
|
Asal muasal 6, bagian
|
Nisbah Adadurruus & bagian sahamnya
|
Juzus saham
|
10 anak laki-laki suami
Ibu
Paman
|
-
1/3
Asabah Bin Nafsi
|
= 3
1/3 x 6 = 2
6 – 5 = 1
|
10 : 3 (tabayun)
-
-
|
10
-
-
|
Tashih : 6 x 10 = 60, maka bagiannya
3 x 10 = 30 (30 : 10) = 3
2 x 10 = 20 (30 : 20) = 2
1 x 10 = 10 (30 : 10) = 1
Karena
nisbah adadur ruus dengan bagiannya pada penyelesaian kedua adalah tabayun
maka suami dengan kaidah dalam tashih, jumlah adadur ruus dijadikan
untuk mengalikan asal masalah yang pertama. Dengan demikian, jumlah 10 itu
menjadi asal masalah dalam tashih kedua, kemudian tashih yang
kedua ini digunakan untuk mengalikan asal masalah (yang sudah tashih) yang
pertama. Setelah itu, bagian ahli waris dapat diselesaikan dengan sempurna.
D.
MUNASAKHAH DALAM KEMATIAN LEBIH DARI SEORANG
Pada
prinsipnya cara menyelesaikan munasakhah dalam kematian lebih dari seorang
tidak jauh berbeda dengan cara yang pertama, hanya lebih berangkai, yaitu :
1. Mentashih
orang yang meninggal lebih dahulu dan memberikan pusaka kepada setiap ahli
waris dari masalah pertama, termasuk juga bagian orang-orang yang meninggal
berikutnya.
2. Mentashih
asal masalah yang kedua dan membandingakn bagian mereka dengan masalah apakah
terdapat muwafaqah atau mubayanah. Jika terjadi demikian,
dikerjakan lebih dahulu menurut penyelesaian seperti di atas.
3. Dari
kedua masalah yang sudah ditashih tersebut kemudian dibandingkan dengan
bagian-bagian dan masalah pada masalah orang yang meninggal berikutnya seperti
cara-cara yang lalu, demikian seterusnya.
Contoh :
Seorang
meninggal, ahli warisnya terdiri atas suami, ibu dan paman. Kemudian suami
meninggal ketika harta peninggalan belum dibagikan kepada para ahli waris. Ia
dengan meninggalkan 5 anak laki-laki. Selanjutnya ibu juga meninggal dalam
keadaan yang sama, dengan meninggalkan 4 orang saudara seayah. Paman pun
meninggal juga dengan meninggalkan 10 orang anak laki-laki.
Cara
penyelesaiannya :
Penyelesaian pertama :
Ahli waris
|
Fard
|
Bagian dari asal masalah : 6
|
Suami
Ibu
Paman
|
1/2
1/3
Asabah Bin Nafsi
|
1/ 2 x 6 = 3
1/3 x 6 = 2
6 – 5 = 1
|
Penyelesian kedua :
Ahli waris
|
Fard
|
Asal muasal 6, bagian
|
Nisbah Adadurruus & bagian sahamnya
|
Juzus saham
|
5 anak laki-laki suami
Ibu
Paman
|
-
1/3
Asabah Bin Nafsi
|
= 3
1/3 x 6 = 2
6 – 5 = 1
|
5 : 3 (tabayun)
-
-
|
5
-
-
|
Tashih : 6 x 5 = 30, maka bagiannya
: 3 x 5 = 15
2 x 5 = 10
1 x 5 = 5
Penyelesaian ketiga :
Ahli waris
|
Fard
|
Asal muasal 6, bagian
|
Nisbah Adadurruus & bagian sahamnya
|
Juzus saham
|
5 anak laki-laki
4 saudara seayah
Paman
|
-
-
-
|
= 15
= 20
= 5
|
-
4 : 10 (tawafuq)
-
|
-
2
-
|
Tashih : 30 x 2 = 60, maka bagiannya
: 15 x 2 = 30
10 x 2 = 20
5 x 2 = 10
Penyelesian keempat
Ahli waris
|
Fard
|
Asal muasal 6, bagian
|
Nisbah Adadurruus & bagian sahamnya
|
Juzus saham
|
5 anak laki-laki
4 saudara seayah
10 anak lelaki
|
-
-
-
|
= 30
= 20
= 10
|
-
-
-
|
5
-
-
|
Tashih : 60, maka bagiannya :
penerimaan masing-masing
= 30 3 x 5 = 15
= 20 2 x 5 = 10
= 10 1 x 5 = 5
Dalam contoh tersebut, Imam Muhammad
bin Umar Al-Baqry Asy-Syafi'i, menunjukkan cara yang lebih praktis yaitu :
Ahli waris
|
Fard
|
Asal muasal 6, bagian
|
Nisbah Adadurruus & bagian sahamnya
|
Juzus saham
|
Suami (4 anak laki-laki)
Ibu (4 saudara seayah)
Paman (10 anak laki-laki)
|
1/2
1/3
Asabah Bin Nafsi
|
1/2 x 6 = 3
= 3
1/3 x 6 = 2
= 2
6 – 5 = 1
= 1
|
5 : 3 (tabayun)
4 : 2 (tawafuq)
10 : 1 (tabayun)
|
5
2
10
|
Juzussaham Musytarak
|
Tashih 6 x 10 = 60 bagiannya
|
Bagian masing-masing
|
10
|
3 x 10 = 30
2 x 10 = 20
1 x 10 = 10
|
30 : 5 = 6
20 : 4 = 5
10 : 10 = 1
|
Penjelasannya :
Asal masalah yang dipakai adalah
asal masalah pertama saja, yaitu 6 untuk keempat asal masalah.
1. Suami
memperoleh 3 bagian kemudian dibagikan kepada pewarisnya 5 anak laki-laki,
ternyata nisbat saham dengan adadurruus-nya adalah tabayun. Oleh
karena itu, juzussaham-nya ditetapkan 5.
2. Ibu
mendapat 2 bagian yang kemudian diwarisi oleh pewarisnya sebanyak 4 orang
saudara seayah. Nisbat adadurruus dengan sahamnya adalah tawafuq bin
nafsi. Oleh karena itu, diambil waqfi-nya yaitu 2.
3. Paman
mendapat 1 bagian yang kemudian diwarisi oleh 10 orang anak laki-lakinya. Nisabat
adadurrus dengan sahamnya adalah tabayun. Oleh karena itu, sesuai
dengan kaidah yang berlaku ditetapkan juzussaham –nya 10. Kemudian juzussaham-juzussaham
tersebut adalah 5, 2, 10. Karena juzussaham-juzussaham tersebut tadakhul,
maka juzussaham musytaraknya adalah 10. Akhirnya asal masalah semula
yang 6 dikalikan dengan juzussaham musytaraknya 10, hingga menjadi 60 sebagai
asala masalah jami'ah yang sudah tashih. Dengan demikian, mudah
diketahui saham-saham para kelompok ahli waris dan dapat diselesaikan pembagian
masing-masing pada ahli waris sebagaimana tertera di atas.
E.
AT-TAKHARUJ (KELUAR) DARI WARISAN
1. Definisi
Takharruj
Takharruj ialah
pengajuan perdamaian salah seorang ahli waris untuk mengundurkan diri dari
menerima harta waris. Artinya dia tidak mengambil bagian yang setara dengan
haknya dari harta waris atau dari hal lainnya. Hal ini dibolehkan oleh syara'.
Diriwayatkan
bahwa Abdurrahman bin 'Auf r.a mempunyai 4 orang isteri. Setelah dia meninggal,
salah seorang isterinya yaitu Thumadir binti Al ashbagh diajak bersepakat
tentang penerimaan harta warisnya dengan mendapat 4/8 dari harta waris.
Kemudian dia diberi bagian 100.000 dirham.
2. Cara
Melakukan Takharruj
a. Dalam
kondisi pertama, harus diselesaikan oleh semua ahli waris, langkah pertamanya
adalah meluruskan (menggenapkan) masalahnya. Setelah itu, bagian ahli waris
yang mengundurkan diri dihilangkan dari bagian waris pada pelurusan masalah
tersebut dan ahli waris yang mengundurkan diri dianggap telah mengambil
bagiannya. Kemudian, sisa harta waris dibagikan kepada para ahli waris lainnya.
Dengan demikian, jumlah semua ahli waris menjadi asal masalahnya.
b. Dalam
kondisi kedua, jika perdamaian pembagian waris itu dilakukan hanya dengan
seorang ahli waris, maka bagian ahli waris yang mengundurkan diri akan
diberikan kepada ahli waris yang menggantikan kedudukannya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari isi makalah pada Bab II sebelumnya dapat diambil beberapa
kesimpulan, yaitu :
1.
Munasakhah menurut bahasa artinya menyalin dan menghilangkan. Sedangkan menurut
istilah seperti yang dikemukakan As-Sayyid Asy-Syarif munasakhah adalah
memindahkan bagian demi bagian ahli waris kepada orang yang mewarisinya akibat
kematiannya sebelum dilakukan pembagian harta peninggalan dilaksanakan.
2.
Keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya munasakhah adalah :
a. Apabila
pewaris mayit kedua itu adalah mereka yang menjadi pewaris mayit pertama.
b. Bilamana
para pewaris kedua adalah juga pewaris mayit pertama disertai perbedaan nisbah
mereka kepada mayit.
c. Bilamana
para pewaris mayit kedua lain dari pewaris mayit pertama atau sebagian mereka
mewarisi dari 2 jalur, yaitu dari jalur mayit pertama dan dari jalur mayit kedua.
3. Cara
melakukan munasakhah adalah :
a. Tashih
masalah mayit pertama dan memberi setiap waris bagiannya termasuk mayit kedua.
b.
Mengerjakan masalah baru yang khusus bagi mayit kedua, kemudain mentashihnya
tanpa memandang masalah pertama.
c. Perbandingan
antara bagian mayit kedua dari masalah pertama dan tashih masalah para
pewarisnya dari masalah kedua.
d.
Perbandingan antara keduanya terjadi dalam ketiga nisbah berikut.
(Al-Mumaatsalah, Al-Muwaafaqoh, dan Al-Mubayyanah).
4. Ada 3
perbandingan yang ada pada munasakhah, yaitu : mumatsalah, muwafaqah dan
mubayanah.
5. Cara
menyelesaikan munasakhah kematian lebih dari seorang adalah :
a. Mentashih
orang yang meninggal lebih dahulu dan memberikan pusaka kepada setiap ahli
waris dari masalah pertama, termasuk juga bagian orang-orang yang meninggal
berikutnya.
b. Mentashih
asal masalah yang kedua dan membandingakn bagian mereka dengan masalah apakah
terdapat muwafaqah atau mubayanah. Jika terjadi demikian,
dikerjakan lebih dahulu menurut penyelesaian seperti di atas.
c. Dari
kedua masalah yang sudah ditashih tersebut kemudian dibandingkan dengan
bagian-bagian dan masalah pada masalah orang yang meninggal berikutnya seperti
cara-cara yang lalu, demikian seterusnya.
6. Takharruj
ialah pengajuan perdamaian salah seorang ahli waris untuk mengundurkan diri
dari menerima harta waris.
7. Ada 2
kondisi dalam takharruj yaitu :
a.
Kondisi pertama, harus diselesaikan oleh semua ahli
waris. Dan ahli waris yang mengundurkan diri dihilangkan dari bagian wris dan
dianggap telah mengambil bagiannya. Sisa harta waris dibagikan kepada para ahli
waris lainnya. Dengan demikian, jumlah semua ahli waris menjadi asal
masalahnya.
b.
Kondisi kedua, jika perdamaian pembagian waris itu
dilakukan hanya dengan seorang ahli waris, maka bagian ahli waris yang
mengundurkan diri akan diberikan kepada ahli waris yang menggantikan
kedudukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman
H, SH, MH, 2004, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo
Al-Baqry,
Muhammad Bin Umar, Hasyiyah Muhammad Bin Umar Al-Baqry, Maktabah Misriyah, Cirebon.
Al-Jurajany,
Ali Bin Muhammad, Syarhus Sayyid Syarif 'Ala Sirajiyah, Farjallahu Zaky
Al-Kurdi, Kairo.
Ash-Shabuni,
Muchamad Ali DR, alih bahasa H. Zaid Husein Alhamid, Ilmu Hukum Waris
Menurut Ajaran Islam, Surabaya: Mutiara Ilmu.
__________________________,
1995, Hukum Waris Menurut Al-Qur'an Dan Hadits, Bandung: Trigenda Karya.
Umam, Dian
Khairul Drs, 1999, Fiqih Mawaris Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung :
Pustaka Setia.
Ali Bin Muhammad Al-Jurajany, Syarhus
Sayyid Syarif 'Ala Sirajiyah, Farjallahu Zaky Al-Kurdi, Kairo, hlm. 295
Muhammad Bin Umar Al-Baqry, Hasyiyah
Muhammad Bin Umar Al-Baqry, Maktabah Misriyah, Cirebon, hlm. 39.
Drs. Dian Khairul Umam, Fiqih
Mawaris Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : Pustaka Setia, 1999, hlm. 229.
DR. Muchamad Ali Ash-Shabuni, alih
bahasa H. Zaid Husein Alhamid, Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam, Surabaya:
Mutiara Ilmu, Hlm. 137 - 139
Syekh Muhammad Ali Ash Shabuni, Hukum
Waris Menurut Al-Qur'an Dan Hadits, Bandung: Trigenda Karya, 1995, hlm. 184
– 185.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
dunia ini memang indah,, tergantung bagaimana kita menjaga keindahan itu,,. untuk itu mari kita bersatu, satu pikiran satu tujuan untuk Indonesia merdeka,.. berpisah kita berjuang bersatu kita memukul..