BAB I
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Allah SWT telah memberikan segala macam bentuk nikmat,
di antaranya nikmat jasmani dan nikmat rohani. Jika ditinjau dari segi jasmani,
kita diperintahkan oleh Allah untuk makan dan minum dari hal yang baik-baik
serta diperintahkan untuk menjauhkan dari hal yang kurang baik. Untuk menjaga
kesehatan jasmani, kita harus menjauhkan diri dari segala makanan dan minuman
yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh di antaranya Khamar (putau, ganja,
miras, narkoba dan yang semacamnya) yang mana barang-barang tersebut sudah
tidak asing lagi untuk zaman modern seperti sekarang ini. Meminum minuman keras
atau sesuatu yang dapat menutup akal dalam pandangan agama Islam adalah haram,
karena dampak yang akan diperoleh bagi si peminum akan sangat besar dan sangat
beresiko bagi dirinya (menghilangkan akal). Betapa tidak, karena akal sangat
penting dan berguna bagi manusia. Walaupun di dalam khamar tersebut terdapat
beberapa manfaat bagi manusia yang darinya dapat diperoleh suatu keuntungan
materil akan tetapi mudharatnya sangat besar.
Oleh karena itu, penulis sangat menghimbau kepada para
pemuda muslimin agar menjauhkan hal-hal yang dapat membawa kepada mafsadah.
Karena maju dan mundurnya masa depan umat ada pada genggaman tangan kita semua.
‘ Inna Fi Yadi Al-Syubban Amr Al-Ummah Wa Fi Iqdamiha Hayataha ‘
Ada beberapa syubhat (kerancuan) bagi sebagian kaum
muslimin tentang permasalahan khamr. Ada yang mengatakan bahwa tidak ada
larangan yang tegas dan khusus terhadap khamr di dalam Al Qur`an. Sebab di
dalam Al Qur`an tidak terdapat kata-kata larangan seperti “hurrimat `alaykumul
khamr” (diharamkan atas kalian khamr) dan sebagainya, sebagaimana ketika Allah
melarang kita memakan bangkai, Allah mengatakan “Hurrimat `alaykumul mayyita“
(diharamkan atas kalian mayyit). Yang ada dalam masalah ini hanyalah kata-kata
“fajtanibuuh” (jauhilah). Oleh sebab itu mereka mengatakan bahwa hal ini
menunjukkan khamr itu hukumnya tidak haram tapi makaruh saja, karena Allah
hanya memerintahkan kita untuk menjauhinya. Syubhat yang lain ialah digantinya
khamr dengan nama-nama yang lain sehigga khamr tersebut menjadi samar bagi
sebagian kaum muslimin, serta berbagai syubhat yang lainnya yang menimbulkan
kerancuan tentang hukum khamr ini. Maka di dalam pembahasan ini akan dikupas
secara singkat tentang permasalahan ini, agar berbagai kerancuan tersebut dapat
dihilangkan di dalam pikiran kaum muslimin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Di Haramkannya Khamar.
a. Nash-Nash yang Khusus Mengenai Khamr
1.Ayat pertama An-Nahl [16:67]
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl Ayat 67)[1]
Kurma dan anggur adalah komoditas ekonomi jazirah
arab, sejak dahulu kala. Komoditi tersebut selain diperdagangkan secara natural
(alami) juga diolah menjadi minuman yang memabukkan. Seperti halnya buah aren
bisa diolah menjadi tuak yang memabukkan.
Disini Allah menyatakan secara tersirat bahwa dari
kedua buah tersebut dapat diolah menjadi rezeki yang baik (perdagangan alami)
dan hal yang tidak baik (minuman yang memabukkan).
2.Ayat kedua Al-Baqarah [2:219]
‘Umar bin
Khattab beserta para sahabat yang lain bertanya kepada Rasulullah SAW perihal
minuman yang memabukkan dan menghilangkan akal. Sahabat-sahabat tersebut memang
sudah biasa minum khamar. Dua orang sahabat Rasulullah SAW yang semasa masih
jahiliyah tidak pernah minum khamar adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Utsman bin
Affan.
Sehubungan dengan pertanyaan tentang khamar tersebut maka turunlah ayat yang berbunyi :
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.”
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir, (QS. Al-Baqarah ayat 219)[2]
Dalam masyarakat kita saat ini, bahkan bagi orang
barat sekali pun kalau ditanya secara jujur tentang manfaat dari miras dan
judi, kita akan mendapatkan jawaban bahwa bagaimana pun pada keduanya
menimbulkan problem-problem sosial yang bersifat negatif bahkan destruktif.
Karena itu berbagai aturan dan undang-undang pemerintah di manapun, ada
pengaturan tentang kedua hal itu, meskipun
dasar yang digunakan bukan dari Al-Quran..
Maka pertanyaan beberapa sahabat tersebut juga menunjukkan munculnya kesadaran sosial bahwa didalam perkara miras dan
judi ternyata menghasilkan hal-hal yang tidak baik dalam masyarakat.
3.Ayat ketiga, An-Nisa [4:43]
Setelah ayat kedua tentang khamar dan judi turun, pada
suatu saat Abdurrahman bin Auf mengundang teman-temannya untuk minum khamar
sampai mabuk. Ketika waktu shalat tiba, salah seorang yang menjadi imam membaca
surat al-Kafirun secara keliru disebabkan pengaruh khamar. Maka turunlah ayat
ketiga yaitu An-Nisa [4:43]
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, …..(QS. An-Nisa Ayat 43)[3]
Ayat ini belum mengharamkan minuman keras dan judi
secara mutlak, maka sebagian umat islam pada waktu itu masih meminumnya.
Selain berkaitan dengan mabuk, ayat ini berlaku umum
bahwa orang yang mengerjakan shalat harus memahami/mengerti makna bacaan
shalatnya karena ada kalimat “sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan”).
Kalimat ini menjadi penyebab keumuman ayat itu, karena
kita pahami bahwa bagi orang Arab dalam keadaan tidak mabuk tentu mereka
mengerti apa yang diucapkan dalam shalat. Berbeda halnya bagi orang non-Arab
dimana bahasa Arab bukan bahasa sehari-hari.
Oleh sebab itu maka mengerti bahasa arab, minimal
dalam bacaan sholat, menjadi kewajiban bagi orang non-arab. Demikian ini agar
tidak terkena makna daripada QS An-Nisa’ [4:43] tersebut di atas karena objek
sasaran ayat tersebut adalah bagaimana mengerti apa yang diucapkan dalam
sholat, bukan pada mabuknya. Sedangkan mabuk adalah salah satu penyebab dari
tidak memahami apa yang diucapkan dalam shalat.
4.Ayat keempat, Al-Maidah [5:90-92]
5:90. Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.[4]
5:91. Sesungguhnya
setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
5:92. Dan
taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul (Nya) dan
berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban
Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.[5]
Dengan turunnya ayat ini maka hukum meminum khamar dan
judi telah secara tegas dan jelas dinyatakan sebagai perbuatan yang haram.
Sebagai salah satu dari dosa besar (Al-Baqarah [2:219]).
Allah menyuruh menjauhi 4 perbuatan keji yang
termasuk perbuatan syetan Minum Khamar, Berjudi, Berkorban untuk berhala/thagut/sesuatu yang bukan
karena Allah, Mengundi nasib, dengan panah atau yang lainnya
termasuk mengundi nasib kepada tukang ramal.
Sedang khamar dan berjudi, Allah SWT nyatakan sebagai
perbuatan setan yang akan :
·
Menimbulkan permusuhan
·
Menimbulkan kebencian satu sama lain
·
Menghalangi dari mengingat Allah
·
Menghalangi dari sembahyang
Maka Allah SWT menegaskan berhenti, stop, jangan
diulangi lagi. Taatlah kepada Allah dan Rasul serta berhati-hatilah kalian.
Kalau masih nekad, merasa berat meninggalkannya maka kewajiban Rasulullah SAW
hanyalah menyampaikan amanat Allah SWT.
Selanjutnya Rasulullah bersabda :
Artinya : “Siapa saja yang minur khamar, maka Allah
tidak akan ridho kepadanya selama empat puluh malam. Bila ia mati saat itu,
maka matinya dalam keadaan kafir. Dan bila ia bertobat, maka Allah akan
menerima tobatnya.Kemudian jika ia mengulang kembali (meminum khamar), maka
Allah memberinya minuman dari “thinatil khabail” ,(Asma bertanya, “Ya
Rasulullah, apakah thinatil khabali itu?. (Rasulullah) menjawab, “Darah
bercampur nanah ahli neraka. (HR Ahmad)
B.Pengertian Asy-Syurbu (meminum)
Pengertian Syurb Khamr
Minum khamr (Syurb khamr) diambil dari kata Syurb, yang artinya minum. Dan kata minum / khamr, yang
artinya arak atau minuman keras. Sedang minum khamr (syurb khamr) menurut istilah
adalah memasukkan minuman yang memabukkan ke mulut lalu ditelan masuk ke perut
melalui kerongkongan, meskipun bercampur dengan makanan lain yang halal. Sedang
orang yang meminum arak dinamakan peminum.[6]
Khamr berasal dari kata yang berarti menutupi. Di
sebut sebagai khamr, karena sifatnya bisa menutupi akal Sedangkan menurut
pengertian urfi pada masa itu, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang
terbuat dari perasan anggur.[7] Sedangkan dalam pengertian syara’, khamr tidak
terbatas pada perasan anggur saja, tetapi semua minuman yang memabukkan dan
tidak terbatas dari perasan anggur saja. Pengertian ini diambil berdasarkan
beberapa hadits Nabi SAW. Diantaranya adalah hadits dari Nu’man bin Basyir
bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya dari biji gandum itu terbuat khamr, dari jewawut itu terbuat
khamr, dari kismis terbuat khamr, dari kurma terbuat khamr, dan dari madu
terbuat khamr (HR Jama’ah,
kecuali An Nasa’i). Dalam riwayat Ahmad ada tambahan Dan saya melarang dari setiap yang memabukkan.
Dari Jabir, bahwa ada seorang dari negeri Yaman yang
bertanya kepada Rasulullah SAW tentang sejenis minuman yang biasa diminum
orang-orang di Yaman. Minuman tersebut terbuat dari jagung yang dinamakan mizr.
Rasulullah bertanya kepadanya, “apakah minuman itu memabukkan? “Ya” jawabnya.
Kemudian Rasulullah menjawab :
Setiap yang memabukkan itu adalah haram. Allah berjanji kepada orang-orang
yang meminum minuman memabukkan, bahwa dia akan memberi mereka minuman dari
thinah al khabal. Mereka bertanya, apakah thinah khabal itu? Jawab
Rasulullah,”Keringat ahli neraka atau perasan tubuh ahli neraka” (HR Muslim, An Nasa’i, dan Ahmad).
Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad meriwayatkan dari Abu
Musa bahwa ia berkata,”Saya mengusulkan kepada Rasulullah SAW agar beliau
memberikan fatwanya tentang dua jenis minuman yang dibuat di Yaman, yaitu al
bit’i dan al murir. Yang pertama terbuat dari madu yang kemudian dibuat minuman
hingga keras (bisa memabukkan). Yang kedua terbuat dari bijii-bijian dan gandum
dibuat minuman hingga keras. Wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW telah
lengkap dan sempurna, kemudian Rasulullah SAW bersabda:
Setiap yang memabukkan itu haram (HR Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW juga bersabda:
Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram (HR Muslim dan Daruquthni).
Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa khamr itu tidak
terbatas terbuat dari perasan anggur saja, sebagaimana makna urfi[8] tetapi mencakup semua yang bisa menutupi akal dan
memabukkannya. Setiap minuman yang memabukkan dan menutupi akal layak disebut
khamr, baik terbuat dari anggur, gandum, jagung, kurma, maupun lainnya. Berarti
itu merupakan pengertian syar’i tentang khamr yang disampaikan dalam
hadits-haditsnya (Nidhamul Uqubaat oleh Abdurrahman Al Maliki hal 50).[9] Dalam keadaan demikian, yakni adanya makna syar’i - makna baru yang dipindahkan dari makna aslinya oleh
syara’ – yang berbeda dengan makna lughawi dan makna urfi, maka makna syar’i
tersebut harus didahulukan daripada makna lughawi dan makna urfi.
Jika khamr diharamkan karena zatnya, sementara pada
hadits di atas dinyatakan bahwa berarti itu menunjukkan kepada kita bahwa sifat
yang melekat pada zat khamr adalah memabukkan. Karena sifat utama khamr itu
memabukkan, maka untuk mengetahui keberadaan zat khamr itu atau untuk mengenali
zatnya adalah dengan meneliti zat-zat apa saja yang memiliki sifat memabukkan.
Kini, setelah dilakukan tahqiiq al manath (penelitian
terhadap fakta), oleh para kimiawan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa zat yang
memilki sifat memabukkan adalah etil alkohol atau etanol. Zat inilah yang
memiliki khasiat memabukkan. Walaupun gugus alkohol itu tidak hanya etanol,
masyarakat secara umum menyebutnya dengan nama alkohol saja. Zat inilah yang
menjadi penyebab sebuah minuman bisa memabukkan. Dengan melalui proses
fermentasi, benda-benda yang mengandung karbohidrat -seperti kurma, anggur,
singkong, beras, jabung, dsb– bisa diproses menjadi minuman memabukkan. Apabila
diteliti, setelah dilakukan proses fermentasi pada benda-benda tersebut adalah munculnya
etil alkohol yang sebelumnya tidak ada.
Karena sifatnya yang memabukkan itulah maka apabila
dicampurkan atau bercampur dengan air atau minuman bisa menyebabkan mabuk bagi
setiap orang yang meminumnya. Tinggi-rendahnya kadar alkohol di dalam minuman
tersebut sangat menentukan ‘keras-tidaknya’ sebuah minuman.
Sebenarnya, airnya sendiri tidaklah memiliki khasiat
untuk memabukkan. Sebagai buktinya, apabila air itu dipisahkan dari ‘alkohol’,
maka air tidak akan bisa membuat mabuk bagi peminumnya, dan tentu saja tidak
bisa disebut sebagai khamr. Maka, kalau ada suatu minuman yang didalamnya ada
zat alkohol, kemudian zat alkoholnya secara pasti sudah hilang, maka minuman
itu menjadi halal. Karena memang yang diharamkan adalah zat khamrnya.
Berubahnya minuman keras menjadi cuka menjadi contoh
dalam kasus ini. Para fuqaha sepakat apabila ada khamr yang berubah secara
alamiah (tidak karena ada rekayasa manusia) hukumnya halal untuk memakan atau
meminumnya.[10] Sedangkan apabila perubahan itu direkayasa para ulama
berbeda pendapat.
Jika khamr itu adalah zat alkohol, maka setiap minuman
di dalamnya terkandung alkohol bisa disebut sebagai khamr. Tidak dilihat lagi
asal-usulnya secara ‘kasat mata’. Dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW
menegaskan bahwa khamr bisa terbuat dari berbagai benda.
Pada faktanya, memang semua benda yang disebutkan
Rasullah SAW, seperti; gandum, anggur, kurma, madu, dsb, itu bisa memabukkan.
Dan, memang pada semua benda itu ketika diproses menjadi minuman yang
memabukkan dapat dibuktikan bahwa di dalamnya terdapat zat alkoholnya.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa diharamkannya
khamr itu karena zatnya, maka hukum meminumnya adalah haram. Tidak dilihat lagi
segi kuantitas zatnya, baik sedikit maupun banyak, semuanya haram. Hal ini sama
dengan memakan daging babi atau bangkai, hukumnya haram, baik sedikit maupun
banyak, karena kedua benda itu diharamkan karena zatnya. Demikian juga haramnya
khamr tidak dilihat dari segi pengaruh bagi peminumnya. Baik akan mengakibatkan
mabuk atau tidak bagi peminumnya, hukumnya tetap haram. Dari Ibnu Umar ra,
Rasulullah bersabda:
“Setiap yang memabukkan dalam keadaan banyaknya, maka sedikitnya pun haram” (HR Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Daruquthni)
Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda:
Setiap minuman yang memabukkan itu haram, dan jika banyaknya satu faraq (16
rithl = 7, 83 liter) dapat memabukkan, maka satu tangan dari minuman tersebut
adalah haram (HR Ahmad, Abu
Daud, dan Tirmidziy) Dua hadits tersebut menunjukkan bahwa sebuah minuman tidak
dilihat kadar/prosentase alkolohol/khamr yang terkandung di dalamnya, tetapi
dilihat dari segi ada atau tidaknya zat khamr di situ.
Pengertian faraq dan mil’ul kaffi adalah suatu
perumpamaan untuk menunjukkan ukuran banyak dan sedikit. Bukan untuk membatasi
pengertiannya dengan ukuran tersebut. Karena itu, para fuqaha dan muhadditsin
mengambil pengertian dari hadits tersebut bahwa ukuran sedikit khamr mencakup
‘setetes khamr’ pula[11] menurut arti bahasa, kata qaliiluhu (sedikitnya)
menunjukkan bahwa yang dimaksud di sini bukan hanya sekedar ukuran atau jumlah,
tetapi menyangkut kadar/persentase, baik tinggi atau rendah.
Al Qamus al Muhith (III hal 681) mengartikan kata
qaliil adalah ukuran sedikitnya sesuatu adalah paling sedikit. Sedangkan Al
Mu’jamul al Wasith (II hal 756) memberikan arti kata qaliil adalah sesuatu yang
hampir tidak ada sama sekali. Berdasarkan ketentuan bahasa Arab tersebut, maka
yang dimaksud kata qaliiluhu haram (sedikitnya pun haram) adalah jumlah/ukuran
yang sedikit atau kadar/persentase yang sedikit. Ini berarti, setiap minuman
yang mengandung zat alkohol, walapun kadar persentasenya sedikit sekali, maka
dapat dikategorikan dalam kelompok haram. Sebab, yang diharamkan syara’ adalah
zat alkoholnya yang sudah mengalami proses peragian dan dapat memabukkan bila
diminum dalam ukuran/jumlah besar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa setiap minuman yang beralkohol adalah khamr dan hukumnya haram, baik
kadar alkoholnya tinggi atau rendah. Bukan karena bisa memabukkan atau tidak
bagi peminumnya. Bukan pula sedikit atau banyaknya yang diminum. Juga bukan
karena diminum sebagai khamr murni atau dicampur dengan minuman lainnya. Sebab,
diharamkannya khamr semata-mata karena zatnya. Dengan demikian, beberapa jenis
minuman seperti : brandy, wisky, martini, dan lain-lain yang kadar alkoholnya
mencapai 40 sampai 60 persen termasuk kategori khamr. Demikian pula jenis
janever, holland, geneva yang kadar alkoholnya mencapai 33 sampai 40 persen.
Termasuk pula jenis bir ringan sperti eyl, portar, estote, dan munich, malaga,
anggur cap orang tua, mengandung 2 hingga 15 persen alkohol. Semua jenis
minuman tersebut adalah khamr dan haram hukumnya, meskipun namanya
berbeda-beda. Dari Ubadah bin Ash Shamit bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sekelompok manusia dari umatku akan menghalalkan khamr, dengan nama (baru)
yang mereka sebutkan” (HR Imam Ahmad dan Ibnu Majah). Najiskah Khamr itu?
Hukum asal benda adalah suci. Sehingga, suatu benda
dinyatakan najis manakala ada dalil yang menunjukkan kenajisannya. Dalam kitab
Subulus Salam, dinyatakan bahwa asal benda-benda itu suci. Haramnya suatu benda
tidak otomatis najis. Seperti ganja. Hukumnya adalah haram, tetapi ia suci dan
tidak najis. Sebab, sesuatu yang najis mengharuskannya menjadi haram, yakni
setiap yang najis itu haram. Karena, najisnya sesuatu itu merupakan larangan
untuk menyentuhnya pada setiap keadaan. Sehingga, hukum najisnya suatu benda
merupakan hukum haram bagi benda tersebut. Tetapi tidak sebaliknya, yakni tidak
setiap yang haram pasti najis. Seperti haramnya menggunakan pakaian sutera dan
emas (bagi pria), padahal kedua benda tersebut adalah suci. Karenanya apabila
haramnya khamr telah ditunjukkan oleh nash-nash syara’ tidaklah mengharuskannya
menjadi najis. Berarti harus ada dalil lain yang menunjukkannya. Apabila tidak
ditemukan, maka ia kembali pada hukum asal, yakni suci.
Jumhurul ulama menyatakan bahwa khamr itu najis[12]. Kesimpulan itu diambil dari kata rijsun yang berarti
kotoran dan najis. Memang, argumentasi ini dibantah oleh sebagian fuqaha yang
mengatakan bahwa kata rijsun pada ayat tersebut najis secara maknawi karena
kata rijsun tidak hanya khabar bagi khamr, tetapi juga athaf-nya, yakni
berjudi, berhala, dan undian nasib, yang kesemuanya secara pasti tidak disifati
dengan najis dzatiy, seperti firman Allah SWT:
Maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu (Al Hajj 30).
Arti berhala sebagai sesuatu yang najis itu pada ayat
tersebut adalah najis maknawi, bukan najis dzatiy. Contoh lain najis maknawi
terdapat pada surat At Taubah 28:
Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (At Taubah 28).
Yang dimaksud dengan najis pada ayat ini bukanlah
najis dzat (tubuh) mereka, tetapi aqidah yang mereka peluk berupa aqidah syirik
yang seharusnya dijauhi, sebagaimana yang dipahami oleh jumhurul fuqaha’. Sehingga
menurut mereka, kata rijsun dalam surat Al Maidah 90 tersebut, adalah najis
secara maknawi. Pandangan tersebut –menurut mereka– diperkuat oleh bunyi
selanjutnya dengan kata (dari perbuatan syetan). Itu berarti, maksud najis itu
adalah secara maknawi (Fiqhu Sunnah I hal 28). Hanya saja, pendapat jumhur itu
dikuatkan oleh hadits Nabi SAW
“Sesungguhnya kami berada di negeri para ahli kitab, mereka makan babi dan
minum khamr, apakah yang harus kami lakukan terhadap bejana-bejana dan
periuk-periuk mereka? Rasulullah SAW menjawab,”Apabila kamu tidak menemukan
lainnya, maka cucilah dengan dengan air, lalu memasaklah di dalamnya, dan
minumlah” (HR Ahmad dan
Abu Daud).
Perintah untuk mencuci pada bejana yang menjadi wadah
khamr dan periuk yang menjadi wadah daging babi, menunjukkan bahwa kedua benda
tersebut tidak suci. Sebab, apabila suci dan tidak najis, tentu tidak akan
diperintahkan untuk mencucinya dengan air.
C.Unsur-Unsur Jarimah Syurb Khamr
Ada dua unsur dalam jarimah syurb khamr. Yaitu
minum-minuman yang memabukkan dan ada itikad jahat.
Yang dimaksud dengan ada niat jahat adalah sudah tau
bahwa meminum khamr itu haram, tetapi tetap saja dia minum. Oleh karena itu,
tidak dikenai sanksi orang yang meminum khamr atau meminum minuman yang
memabukkan sedang dia tidak tahu bahwa yang dia minum itu adalah minuman yang
memabukkan atau tidak tahu bahwa minuman itu haram, juga dibawah paksaan.[13]
D. Hukuman Untuk Peminum Khamr
Al-qur’an tidak menegaskan hukuman apa bagi peminum
khamr, namun sanksi dalam kasus ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw yakni
sunah fi’liyahnya, bahwa hukuman terhadap jarimah ini adalah didera sebanyak 40
kali. Abu Bakar as-Sidiq ra mengikuti jejak ini, Umar bin Khatab ra 80 kali
dera sedang Ali bin Abu Thalib ra 40 kali dera.[14]
Alasan penetapan 80 kali dera didasarkan pada metode
analogi, yakni dengan mengambil ketentuan hukum yang ada di dalam al-Qur’an
surat an-Nur ayat 4:
“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan
terhormat (berbuat zina), kemudian itu tidak mengemukakan empat saksi, maka
hendaklah mereka didera delapan puluh kali dera¬an, dan janganlah diterima
ke¬saksian dari mereka selama ¬lamanya. Itulah orang-orang fasik.”
Bahwa orang yang menuduh zina didera 80 kali. Orang
yang mabuk biasanya mengigau, jika mengigau suka membuat kebohongan, orang
bohong sama dengan orang membuat onar atau fitnah. Fitnah dikenai hukuman 80
kali dera. Maka orang yang meminum khamr didera 80 kali.[15]
Disamping itu pada masa kekhalifahan Umar bin Khathab
ra banyak orang yang meminum khamr, dan hal mengenai dera 80 kali sudah
berdasarkan hasil musyawarah antara Umar bin Khathab ra dengan para shahabat
yang lain, yakni atas usulan Abdurrahman bin ‘Auf.
Adapun menurut Imam Abu Hnifah ra dan Imam Maliki ra
sanksi peminum khamr adalah 80 kali dera. Sedang Imam Syafi’i ra adalah 40 kali
dera, akan tetapi Imam beleh menambah menjadi 80 kali dera. Jadi 40 kali adalah
hukuman had, sedang sisanya adalah hukuman ta’zir.[16]
Syarat Diberlakukannya Hudud Peminum Khamar
Namun para ulama sepakat bahwa agar hukuman pukul atau
cambuk itu dapat terlaksana, syarat dan ketentuannya harus terpenuhi terlebih
dahulu. Tidak asal ada orang minum khamar lantas segera dicambuk. Di antara
syarat dan ketentuannya antara lain :
1. Berakal
Peminumnya adalah seorang yang waras atau berakal.
Sehingga orang gila bila meminum minuman keras maka tidak boleh dihukum hudud.
2. Baligh
Peminum itu orang yang sudah baligh, sehingga bila
seorang anak kecil di bawah umur minum minuman keras, maka tidak boleh dihukum
hudud.
3. Muslim
Hanya orang yang beragama Islam saja yang bila minum
minuman keras yang bisa dihukum hudud. Sedangkan non muslim tidak bisa dihukum
bahkan tidak bisa dilarang untuk meminumnya.
4. Bisa memilih
Peminum itu dalam kondisi bebas bisa memilih dan bukan
dalam keadaan yang dipaksa.
5. Tidak dalam kondisi darurat
Maksudnya bila dalam suatu kondisi darurat dimana
seseorang bisa mati bila tidak meminumnya, maka pada saat itu berlaku hukum
darurat. Sehingga pelakunya dalam kondisi itu tidak bisa dijatuhi hukuman
hudud.
6. Tahu bahwa itu adalah khamar
Bila seorang minum minuman yang dia tidak tahu bahwa
itu adalah khamar, maka dia tidak bisa dijatuhi hukuman hudud.
Khamr adalah benda. Sedangkan hukum benda tidak
terlepas dari dua hal, yaitu halal atau haram. Selama tidak ada dalil yang yang
mengharamkannya, hukum suatu benda adalah halal. Karena ada dalil yang secara
tegas mengharamkannya, maka hukum khamr itu haram.
Hukum syara’ adalah seruan syari’ yang berkaitan
dengan perbuatan hamba (manusia). Sehingga, meskipun hukum syara’ menentukan
status hukum benda, tetap saja akan berkait dengan perbuatan manusia dalam
menggunakannya. Misalnya, babi itu haram. Perbuatan apa saja yang diharamkan
berkenaan dengan babi? Apakah memakannya, menjualnya, menternakkannya,
memegangnya, melihatnya, atau bahkan membayangkannya hukumnya juga haram? Untuk
mengetahui hukum-hukum perbuatan yang berkenaan dengan benda tidak cukup hanya
melihat dalil tentang haramnya benda, tetapi harus meneliti dalil-dailil syara’
yang menjelaskan perbuatan yang berkenaan dengan benda tersebut.
Beberapa perbuatan haram yang berkaitan dengan khamr,
dijelaskan oleh Nabi SAW dari Anas ra.
“Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat dalam khamr sepuluh personel, yaitu:
pemerasnya (pembuatnya), distributor, peminumnya, pembawanya, pengirimnya,
penuangnya, penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya, dan pemesannya” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzy).
Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa semua pelaku
yang terlibat dalam khamr termasuk yang diharamkan. Hukum haram disimpulkan
karena ada celaan yang bersifat jazim dengan kata (melaknat). Berarti, itu
merupakan sebuah sanksi yang diberikan kepada para pelaku yang terlibat dalam
khamr. Mereka itu adalah:
1. produsen
2. distributor
3. peminum
4. pembawa
5. pengirim
6. penuang minuman
7. penjual
8. orang yang memetik hasil penjualan
9. pembayar
10. pemesan
E. Pembuktian untuk Jarimah Syurbul Khamr
Alat bukti syurb khamr adalah:
Persaksian, jumlah saksi adalah dua orang laki-laki
atau empat orang wanita. Menurut Imam Abu Hanifah ra dan Abu Yusuf ra, saksi
harus mencium bau minuman yang memabukkan ketika menyaksikanya.
Pengakuan dari peminum, pengakuan ini cukup satu kali
saja.
Bau mulut, menurut Imam Maliki ra bau mulut orang
meminum minuman yang memabukkan dapat dianggap sebagai bukti bahwa yang
bersangkutan telah meminum khamr.
Mabuk, Imam Abu Hanifah ra berpendapat bahwa mabuk
dapat dianggap sebagai alat bukti minum khamr. Sedang Imam Syafi’i ra tidak
demikian, karena mabuk itu memberi banyak kemungkinan, terutama dipaksa atau
terpaksa.
Muntah, menurut Imam Maliki ra beranggapan bahwa
muntah dapat dijadikan sebagai bukti minum khamr. Hal ini pernah dilakukan
ketika Usman bin Afan ra menjatuhkan hukuman dera bagi orang yanh muntah-muntah
akibat meminum khamr.
F. Pelaksanaan Hukuman Syurb Khamr
Pelaksanaan had bagi peminum khamr sama dengan
pelaksanaan dera pada jarimah lainya. Namun dalam pelaksanaan tidak
diperbolehkan disertai emosi atau dalam keadaan marah,[17] juga dalam mendera ketika eksekutor tidak boleh
sampai kelihatan, sedang alat dera yang digunakan adalah pelepah daun kurma
atau sejenisnya.
dalam hukum hudud, seorang muslim yang kedapatan dan
terbukti meminum khamar oleh pengadilan (mahkamah syar`iyah) hukumannya adalah
dipukul. Bentuk hukuman ini bersifat mahdhah, artinya bentuknya sudah menjadi
ketentuan dari Allah SWT. Sehingga tidak boleh diganti dengan bentuk hukuman
lainnya seperti penjara atau denda uang dan sebagainya.
Dalam istilah fiqih disebut hukum hudud, yaitu hukum
yang bentuk, syarat, pembuktian dan tatacaranya sudah diatur oleh Allah SWT.
Dasar pensyariatannya adalah hadits Nabi SAW berikut
ini :
“Siapa yang minum khamar maka pukullah”.
Hadits ini termasuk jajaran hadits mutawatir, yaitu
hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi pada tiap thabawatnya
(jenjang) dan mustahil ada terjadi kebohongan diantara mereka.
Di tingkat shahabat, hadits ini diriwayatkan oleh 12
orang shahabat yang berbeda. Mereka adalah Abu Hurairah, Muawiyah, Ibnu Umar,
Qubaishah bin Zuaib, Jabir, As-Syarid bin suwaid, Abu Said Al-Khudhri, Abdullah
bin Amru, Jarir bin Abdillah, Ibnu Mas`ud, Syarhabil bin Aus dan Ghatif ibn
Harits.
G. Hapusnya Hukuman Syurb Khamr
Hukuman had bagi peminum khamr dapat dihapus atau
dibatalkan apabila:
1. Para saksi menarik kesaksianya, apabila tidak ada
bukti yang menguatkan.
2. Pelaku menarik kembali persaksianya, karena tidak
ada bukti yang menguatkan.
3. Kebenaran bukti-bukti masih dipertanyakan, atau
masih diragukan kebenaranya
H. Hukuman Had Bagi Syurb Khamr Sebagai Penghapus Dosa
Barang siapa berbuat pelanggaran lalu dihukum, maka
hukuman tersebut adalah sebagai penebus atau penghapus dosanya, hal tersebut
terdapat pada hadits Rasulullah saw sebagai mana berikut, yang artinya:
“Ubadah ibn sh-Shamit ra mengatakan bahwa Rasulullah
saw menegaskan larangan kepada para shahabat sebagai mana larangan kepada
wanita yaitu: tidak boleh menyekutukan sesuatu dengan Allah swt, tidak boleh
mencuri, tidak boleh berzina, tidak boleh membunuh anak-anak dan tidak boleh
saling membohongi. Maka barang siapa konsisten dalam menghindari larangan itu, maka Allah swt yang menanggung pahalanya.
Barang siapa melakukan pelanggaran lalu dilaksanakan hukuman padanya, maka
hukuman tersebut menjadi penghapus dosanya. Barang siapa melakukan pelanggaran
lalu ditutupi oleh Allah swt, maka urusanya terserah kepada Allah swt. Jika
Allah swt menghendaki, maka Dia menyiksanya, dan jika Dia menghendaki, maka Dia
mengampuninya.[18]
BAB III
KESIMPULAN
Syurb khamr adalah memasukkan minuman yang memabukkan
ke mulut lalu ditelan masuk ke perut melalui kerongkongan, meskipun bercampur
dengan makanan lain yang halal. Adapun segala sesuatu yang memabukkan dinamakan
khamr, dan meminumnya dihukumi haram.
Sedang dalam syariat islam siapa saja yang meminum
khamr akan mendapatkan hukuman, adapun hukuman tersebut berupa dera 40 kali
atau 80 kali, jika amir atau penguasa menghendakinya. Adapun cara
pelaksanaannya dilakukan oleh eksekutor yang sudah memenuhi syarat-syarat, juga
alat yang digunakan adalah pelepah daun kurma atau sejenisnya.
Namun hukuman dera dapat gugur bilamana para saksi
menarik kesaksianya atau pelaku menarik kembali pengakuanya, serta tidak
ditemukanya barang bukti yang menguatkan.
Disamping mendapatkan hukuman peminum khamr tentusaja
akan mengalami gangguan kesehatan, baik itu kesehatan rohani maupun kesehatan
jasmani. Disamping itu khamr menjauhkan para peminumnya dari Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani Nasirudin Muhammad, Ringkasan Shahih Muslim, Gema Insani Press, Jakarta 2005.
Ash-Shabuni Ali Muhammad, Tafsir Ayat Ahkam, Alih Bahasa Oleh Mu’ammal Hamidi Dan
A. Manan Drs.Imron, PT Bina Ilmu, Surabaya, 2003.
Bahreisy Salim, Terjemah Irsyadul Ibad Ila Sabilirrasyad, Darussaggaf, Surabaya, 1977.
Bisri Adib dan Munawir,
Kamus Bahasa Arab al-Bisri, Pustaka Progressif, Surabaya 1999.
Departemen Agama RI, AlQur’an
Dan Terjemahnya, CV. Indah Press, Jakarta 1996
Djazuli, Fiqh Jinayah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Munajat Makhrus, Hukum Pidana Islam di Indonesia, Sukses Offset, Yogyakarta 2009.
Hasan Ali M, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2000.
Http://nabawiherbal.wordpress.com/2008/05/28/bahaya-miras/
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo,
Bandung, 2006.
[1] Departemen Agama RI, AlQur’an dan terjemahnya, Hal 412
[2] Departemen Agama RI, AlQur’an dan terjemahnya, Hal 53
[3] Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahnya, Hal 125
[4] Departemen Agama RI,
AlQur’an dan Terjemahnya, Hal 176
[5] Departemen Agama RI,
AlQur’an dan Terjemahnya, Hal 177
[16] Ibid,
h. 161
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
dunia ini memang indah,, tergantung bagaimana kita menjaga keindahan itu,,. untuk itu mari kita bersatu, satu pikiran satu tujuan untuk Indonesia merdeka,.. berpisah kita berjuang bersatu kita memukul..